Tidak
lama kemudian ada mobil yang lewat. Mobil itu mengklakson terus. Tetapi Romi
malah menghadang ditengah jalan. Ia merentangkan tangan. Seakan menantang untuk
ditabrak. Setelah dekat mobil berhenti pula. Sopirnya marah dan mengeluarkan
kata – kata kotor.
“Bangsat
! Minggir bodoh ! Menyidam mati ya ?” Hardik sopir terhadap Romi.
“Apa
katamu ? Sedikit sopan ya ? Kamu sopir kan ? Awas kalau tidak mau berhenti akan
aku hadang kapan saja kamu lewat lagi. Berhenti ?” Bentak Romi kepada sopir
itu.
“Hei
bodoh sudah gila ya ? Cepat minggir ! Kalau tidak akan aku tabrak kamu.”
“Kamu
tengok wajahku ! Kamu lihat apa tidak wajahku yang bengkak ini ? Aku tidak
takut siapapun kamu. Aku sudah biasa berkelai. Kamu ingin selamat apa tidak ?
Kalau kamu tidak mau berhenti barang sejenak akan aku panggilkan kawan –
kawanku.” Gertak Romi dengan nada tinggi sambil mengeluarkan HP jadulnya yang
sebenarnya tidak berfungsi lagi.
“Apa
maksudmu menghadangku ?”
“Aku
hanya ingin menumpang mobilmu sampai Tambak Boyo saja. Setelah itu aku turun
disana dan kamu silahkan melanjutkan perjalanan. Setelah itu akau tidak akan
menghalangimu lagi. Dan aku tidak akan meminta apa – apa. Aku hanya ingin
menumpang saja. Selain itu tidak.”
“Okelah
kalau begitu. Silahkan naik sekarang juga !” Sopir mempersilahkan Romi untuk
menumpang di mobil pick upnya.
Setelah
dipersilahkan Romi naik di bak belakang pick up itu. Ia kehujanan. Tetapi ia
bersyukur mendapatkan tumpangan. Setelah menumpang dibelakang ia tertawa
sendiri. Ia berlagak menjadi preman sebentar.
Sekitar
satu jam kemudian mobil sampai Kecamatan Tambak Boyo. Mobil berhenti. Sopir
mempersilahkan Romi untuk turun.
“Hei
…. Sudah sampai Tambak Boyo. Cepat turun ! Atau kalau tidak turun aku bawa ke
Bulu nanti.” Bentak sopir.
“Sebentar
pak sopir. Aku mau mengucapkan terima kasih ini.”
“Mau
mengucapkan terima kasih kepada siapa ?”
Romi
turun dan menuju kearah sopir.
“Pak
Sopir, terima kasih ya atas pertolonganmu. Aku tadi sebenarnya hanya menggertak
saja. Karena aku sangat kedinginan. Aku tidak punya uang seperakpun. Karena
dompetku terjatuh entah dimana. Karena itu aku tidak bisa pulang kalau tidak
menghadang dengan paksa. Sudah puluhan mobil aku berhentikan tidak ada yang mau
berhenti. Maka terpaksa aku menghadang mobilmu ditengah jalan. Lain kali kalau
ada sempat silahkan datang kerumahku. Kalau pak sopir minta bayar akan aku
bayar nanti kalu sudah sampai rumah. Kenalkan saja namaku Romi putra Kyai Roziq
Desa Belik Anget.” Jelas Romi kepada sopir.
Sopir
itu terkejut ketika Romi menyebutkan kalau dirinya adalah putra Kyai Roziq. Ia
turun dari tempat duduknya. Ia pergi mendekati Romi sambil berkata.
“Maaf
gus ! Silahkan naik lagi ! Akan aku antar sampai rumah gus. Kenalkan namaku Edy
! Aku salah seoarng anggota jamaah pengajian abahmu gus. Tapi kenapa wajahmu
bengkak – bengkak.” Jelas sopir mobil itu.
“Tidak
usah mas. Aku turun disini saja. Biarlah aku nanti mencari kawanku yang
berdomisili disekitar kantor kecamatan
ini. Aku akan minta diantar olehnya besuk pagi saja. Ini sudah terlalu malam
kalau pulang kerumah. Mau tidur diasrama juga tidak enak sama para santri mas.
Sedangkan wajahku lebam – lebam ini karena dikeroyok orang banyak di terminal
Bungurasih. Aku di anggap pencopet.”
“Ooo
…. Jadi gus Romi di hajar diterminal ? Kalau begitu ini ada uang sedikit.
Bawalah untuk makan malam dan sarapan besuk pagi.” Kata sopir.
“Maaf
pak sopir ! Tidak usah. Aku masih punya simpanan kok. Matur nuwun saja pak
sopir. Uang pak sopir buat jajan anak – anak pak sopir saja.”
“Simpanan
apa ? Simpanan lapar, lelah dan kedinginan kan ?”
“Aku
masih mempunyai simpanan. Simpanan hati nurani. Walaupun tadi aku berlagak jadi
preman memaksa mobilmu untuk berhenti tapi aku tidak meminta apa – apa. Aku
menghadang kamu hanya karena terpaksa. Aku melakukan itu hanya ingin segera
sampai dirumah. Besuk pagi ingin bisa pergi ke Terminal Tuban, bisa membayar
hutangku ke penjual nasi diterminal Tuban tadi.”
“Ooo…
Gus Romi punya hutang di warung penjuang nasi terminal Tuban ? Biarlah besuk
aku yang membayar hutang Gus Romi.” Pinta Mas Edy.
“Tidak
usah. Aku sudah merasa berdosa dengan menghadang mobil kang Edy. Maka aku tidak
ingin menambah kesusahan kang Edy. Apalagi menyusahkan dalam hal material.”
“He
he he …. Dasar preman. Preman yang baik hati.”
Romi
tidak menimpali seloroh pak sopir. Ia nglenyor pergi setelah jabat tangan
dengan sopir pick up tersebut. Ia menuju salah seorang kawannya yang ada
disekitar kecamatan Tambak Boyo Kabupaten Tuban.
Sopir
pick up itu memacu mobilnya lagi. Melaju kearah barat dengan kecepatan sedang
menuju ke Desa Bulu.
Malam
semakin larut. Tetes – tetes air hujan masih juga jatuh kebumi. Angin laut
berhembus pelan. Menebarkan hawa dingin, menjadi semakin dingin. Kota Kecamatan
Tambak Boyo sepi dan semakin sepi.***
_______________
Tidak ada komentar:
Posting Komentar