Total Tayangan Halaman

Sabtu, 17 Maret 2012

Hakim dan Kehakiman



1. Hakim terdiri dari tiga golongan. Dua golongan hakim masuk neraka dan segolongan hakim lagi masuk surga. Yang masuk surga ialah yang mengetahui kebenaran hukum dan mengadili dengan hukum tersebut. Bila seorang hakim mengetahui yang haq tapi tidak mengadili dengan hukum tersebut, bahkan bertindak zalim dalam memutuskan perkara, maka dia masuk neraka. Yang segolongan lagi hakim yang bodoh, yang tidak mengetahui yang haq dan memutuskan perkara berdasarkan kebodohannya, maka dia juga masuk neraka. (HR. Abu Dawud dan Ath-Thahawi)
2. Lidah seorang hakim berada di antara dua bara api sehingga dia menuju surga atau neraka. (HR. Abu Na'im dan Ad-Dailami)

SURAT 82. AL INFITHAAR



Terjemahan Text Qur'an Ayat
Apabila langit terbelah, إِذَا السَّمَاءُ انْفَطَرَتْ 1
dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan, وَإِذَا الْكَوَاكِبُ انْتَثَرَتْ 2
dan apabila lautan dijadikan meluap, وَإِذَا الْبِحَارُ فُجِّرَتْ

Fitnah



1. Umatku ini dirahmati Allah dan tidak akan disiksa di akhirat, tetapi siksaan terhadap mereka di dunia berupa fitnah-fitnah, gempa bumi, peperangan dan musibah-musibah. (HR. Abu Dawud)

Bahaya Bersumpah



1. Jangan bersumpah kecuali dengan nama Allah. Barangsiapa bersumpah dengan nama Allah, dia harus jujur (benar). Barangsiapa disumpah dengan nama Allah ia harus rela (setuju). Kalau tidak rela (tidak setuju) niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah. (HR. Ibnu Majah dan Aththusi)

Cerber 63. Kasih Tak Sampai.8. KEBENCIAN TERTUKAR DENGAN SIMPATI


Muka Romi merah padam mendengarkan kalimat Syukur yang terakhir itu. Ia memakai helmnya kembali. Setelah itu ia menstart motornya. Ia segera memacu motornya kearah barat setelah menebarkan salam kepada mereka berdua. Ia meninggalkan mereka berdua dimuka warung milik orang tua Siska itu.

Ketika Syukur dan Romi berdialog Lia memperhatikan wajah Romi. Lia bisa dengan leluasa meraba seluruh bagian wajah Romi dengan pandangannya. Karena matanya bersembunyi dibalik mika hitam helmnya.

Cerber 62. Kasih Tak Sampai.8. KEBENCIAN TERTUKAR DENGAN SIMPATI


Siska sudah tahu siapa dua pemuda yang datang itu sejak Romi memarkir motornya. Sejak itu ia mengamat – amati dua pemuda berwajah tampan itu. Kemudian ia mengambil tempat duduk didepan warung. Ia berusaha menampakkan dirinya. Ia ingin disapa oleh dua orang pemuda tampan itu. Tapi ketika mereka berdua masuk kewarung dan tidak menyapanya hatinya menjadi kecewa sekali. Tetapi ketika mendengar Romi berseloroh  “Tapi jaminannya ini kawanku yang tampan ini” hatinya kembali senang. Bahkan ia masih mengharapkan begitu keluar mereka mau menyapanya. Kalau mereka tidak menyapanya, maka ia ingin menggoda mereka.

Cerber 61. Kasih Tak Sampai.8. KEBENCIAN TERTUKAR DENGAN SIMPATI


“Mana mungkin ada seorang ustadz mau melamar bibi kalau bibi berpakaian norak semacam itu.”

“Ah mungkin saja. Sekarangpun bibi sudah dilamar seorang ustadz.” Sahut Lia dengan bangga.

“Ustadz orang mana ? Dan siapa namanya ?”

“Hemmm …. Ustazd dari Desa belik Anget. Putra seorang kyai. Namanya….” Lia menjawab pertanyaan Syukur tapi tidak sempurnya.

“Maksud bibi ustadz Romi ?”

“Betul. Dia adalah Mas Romi.”

“He he he …. Bibi … bibi. Mana mungkin dia mau dengan bibi yang berpakaian seperti orang barat. Orang yang tidak tahu ajaran Islam.”

“Tapi buktinya dia mau sama bibi.”

“Mana buktinya ?”

“Buktinya ? Buktinya dia memberikan uang kepada bibi sejumlah empat ratus ribu rupiah. Dengan uang itu aku akan membeli pakaian yang islami. Pakaian yang sesuai dengan kehendak Mas Romi.”

“He he he … Bibi sudah gila. Gila sama si santri yang wajahnya bengkak – bengkak.”Seloroh Syukur.

“Biarin. Aku memang lagi gila sama dia. Kalau gila sama ustadz, orang ‘alim dan tampan itu tidak apa – apa. Itu berarti gila yang menguntungkan. Bukan gila yang merugikan. Yak kan ? Ayo berangkat sekarang juga, keburu siang !” Jawab Lia

Syukur tidak menimpali pembicaraan bibinya itu. Ia segera menstart motornya. Setelah itu bibinya naik diboncengan. Segera Syukur memacu motornya kearah utara. Arah jalan raya. ***

Saat itu dibelahan bumi yang lain sekitar jam sebelas siang Romi dan Rofiq memarkir motor didepan warung krengsengan Hj. Aminah. Setelah itu mereka masuk ke warung nasi krengsengan tersebut. Mereka berdua pulang dari rumah sakit menjenguk kawannya yang sakit.

Seperti biasa setiap bepergian Romi selalu memanggul tas usangnya. Tas usang untuk membawa peralatan ibadah. Sajadah, peci, kain sarung dan Al – Qur’an kecil. Ketika masuk kewarung nasi krengsengan itu ia masih memanggul tas jelek tersebut. Tas itu baru ia lepas dari punggungnya setelah ia duduk didalam warung.

“Assalamu’alaikum. Nasi krengsengan dua porsi. Minumnya air putih saja.” Pinta Romi kepada Hj. Aminah.

“Wa’alaikum salam. Ya sebentar nak ! Dari mana nak ?” Jawab Hj. Aminah.

“Kami dari rumah sakit menjenguk kawan yang dirawat disanan.”

“Mau pulang kemana ?”

“Pulang ke Tambak Boyo. Ibu sudah lupa ya sama kami ? Tiga minggu yang lewat kami juga makan disini. Aku malam itu makan disini dengan menghutang. Karena dompetku jatuh didalam bis. Kemudian aku harus meninggalkan tas jelekku ini disini sebagai jaminannya. Baru pagi harinya aku kesini lagi bersama kawanku ini untuk membayar hutang itu. Sekarang kami kesini lagi. Kangen dengan nasi krengsengannya. Kalau pagi ini kami makan menghutang lagi boleh apa tidak ya ?”  Jawab Romi dengan nada bersahabat.

Sebelum melayani Hj. Aminah mengamati seorang pembeli nasi krengsengan yang memanggul tas jelek itu. Pertama mengamati tasnya yang jelek. Mengamati wajahnya. Mengamati pakaiannya. Ketika mengamati wajahnya ia terperanjat. Karena wajah saat itu terlalu jelek untuk dipandang. Sedangkan wajah pemuda yang ada dihadapannya terbilang tampan. Walaupun tidak terlalu tampan, tapi setiap wanita yang memandangnya tentu bergumam “hemmm … tampan”.  Begitu dalam benak Hj. Aminah.

Tetapi setelah mengamati tas dan pakaiannya, ia baru percaya. Bahwa pemuda yang dihadapannya adalah pemuda yang tiga minggu yang lewat pernah mengutang nasi krengsengan.

“He he he … Kapan saja boleh menghutang makan diwarung ini. Pokok ada jaminannya tas jelek.” Seloroh Hj. Aminah.

“Kalau kami makan dengan menghutang disini jaminannya bukan tas jelek lagi bu. Tapi jaminannya ini kawanku, pemuda yang tampan dari Tambak Boyo. He he he ….” Seloroh Romi juga.

“Begitupun boleh juga. Asalkan disini mau kerja.”

Siska sudah tahu siapa dua pemuda yang datang itu sejak Romi memarkir motornya. Sejak itu ia mengamat – amati dua pemuda berwajah tampan itu. Kemudian ia mengambil tempat duduk didepan warung. Ia berusaha menampakkan dirinya. Ia ingin disapa oleh dua orang pemuda tampan itu. Tapi ketika mereka berdua masuk kewarung dan tidak menyapanya hatinya menjadi kecewa sekali. Tetapi ketika mendengar Romi berseloroh  “Tapi jaminannya ini kawanku yang tampan ini” hatinya kembali senang. Bahkan ia masih mengharapkan begitu keluar mereka mau menyapanya. Kalau mereka tidak menyapanya, maka ia ingin menggoda mereka.

Dua porsi nasi krengsengan sudah di hidangkan. Mereka berdua menyantap dengan lahap setelah berdoa. Selesai makan ia segera membayar sambil berkata.

_________________
Insyaalloh bersambung

Cerber 60. Kasih Tak Sampai.8. KEBENCIAN TERTUKAR DENGAN SIMPATI


Saat itu H. Sulaiman datang dari sawah. Ia masuk kedapur bermaksud untuk mengambil bekal sarapan pagi buat orang – orang yang bekerja disawahnya. Tapi ia tidak mendapati apa yang dimaksud. Ia basuh kaki dan masuk kerumah.

“Lia, mana ibumu ?” Panggil H. Sulaiman.

“Ya ayah. Ibu dikamar ayah. Ada apa ?” Jawab Lia.

“Bungkusan sarapan pagi untuk kiriman orang – orang bekerja disawah ditaruh dimana ?”

“Mungkin belum dibuat ayah.”

“Mana ibumu ?” Tanya H. Sulaiaman terhadap Lia.

Hj. Mariam mendengar suara suaminya itu segera bangun. Ia segera mengelap air mata yang ada dipipinya. Setelah itu ia pura – pura merapikan kamar tidurnya.

“Ya ayah. Aku disini ayah. Sedang merapikan tempat tidur.” Sahut Hj. Mariam dari dalam kamar tidur.

“Di taruh dimana nasi untuk orang – orang bekerja disawah bu ?” Tanya H. Sulaiman terhadap isterinya.

“Astaghfirullohal ‘adhim. Maaf ayah ! Aku lupa tadi mau membungkus. Habis aku tidak tahu berapa jumlah orang yang bekerja. Jadi aku menunggu ayah datang dari sawah.” Hj. Mariam beralasan.

“Seperti kemarin, 20 orang.” Jawab H. Sulaiamn.

Lia tertawa mengetahui ibunya bersandiwara dengan ayahnya. Demikian juga Syukur. Tetapi mereka berdua menahannya. Karena ia merasa hampir tidak sanggup menahan tawanya, maka mereka berdua berjalan cepat menuju kedapur. Sampai didapur Lia segera membersihkan dan menata daun – daun untuk membungkus nasi kiriman. Sedang Syukur mengangkat nasi dan sayur.

Beberapasa saat kemudian Hj. Mariam sudah berada didapur. Ia segera membungkus 20 bungkus nasi. Tidak sampai sepuluh menit selesailah pekerjaan membungkus nasi itu.

“Aku akan ke Tuban dengan syukur bu ?” Lia segera pamit kepada ibunya untuk segera menghindari situasi yang kurang kondusif itu.

“Lho…. Katanya besuk try out. Katanya mau belajar giat agar dapat nilai bagus, kok malah mau pergi ke Tuban. Ada apa ?” Tanya ibunya.

“Mau minjam buku di tempat kawan sambil belanja pakaian bu.” Jawab Lia.

“Belanja pakaian ? Uang dari mana ?” Tanya ibunya.

“Uang dari…. Mas Romi….” Jawab Lia dengan suara pelan dan mantap.

“Hah …. Uang dari Romi ?” Tanya Hj. Mariam kepada Lia.

“Betul bu … Uang darinya. He he he …” Jawab Lia sambil tersenyum.

Lia dan Syukur keluar dapur. Mereka berdua pergi ke halaman rumah. Lia memasukkan motornya kegarasi. Sedang Syukur manstart motor Tigernya.

“Tunggu ! Aku ikut ke Tuban, tapi aku  mau berganti pakaian dulu.” Pinta Lia kepada kemenakannya.

“Jadi shopping ?” Tanya Syukur.

“Ya. Jadi. Sepulang belanja nanti mampir di rumah kawanku. Kita istirahat disana sambil makan siang.”

“Mana rumah kawan bibi ?”

“Kita tidak mampir kerumahnya. Tapi mampir di warungnya, nasi krengsengan.”

“Dimana itu warungnya ? Aku suka nasi krengsenngan bibi.”

“Warungnya di lokasi terminal Tuban.”

“Oke. Segara saja berganti pakaian bibi. Aku tidak sabar makan nasi krengsengan.”

Lia masuk kerumah dengan cepat. Ia segera berganti pakaian kesukaannya. Celana jean dan kaos lengan pendek. Tidak lupa ia melilitkan sehelai kain sal dilehernya. Tidak lama kemudian ia keluar kamar.

“Bibi jangan memakai pakaian semacam itulah. Syukur malu kalau berjumpa dengan kawan – kawan. Berpakaianlah yang islami.” Pinta Syukur kepada Lia, bibinya.

“Bibi mau berpakaian menutup aurot kalau suami bibi seorang ustadz. Biarlah bibi sekarang berpakaian semacam ini saja.” Jawab Lia.

“Mana mungkin ada seorang ustadz mau melamar bibi kalau bibi berpakaian norak semacam itu.”

“Ah mungkin saja. Sekarangpun bibi sudah dilamar seorang ustadz.” Sahut Lia dengan bangga.

“Ustadz orang mana ? Dan siapa namanya ?”

____________________
Insyaalloh bersa,bung

Cerber 59. Kasih Tak Sampai.8. KEBENCIAN TERTUKAR DENGAN SIMPATI


Ketika itu tiba – tiba terdengar ada motor yang membelok kehalaman rumah. Syukur melihat orang  yang sedang datang.

“Itu bibi datang nek.”

Masuk memarkir motornya dekata motor Syukur. Setelah mengunci tenggok mator MEOnya ia masuk rumah.

“Mana fotonya tadi ? Tunjukkan foto itu kepada Syukur !” Tanya Hajjah Mariam kepada Lia.

Lia menyodorkan selembar foto itu kepada Syukur dengan berat hati. Ia sebenarnya ingin menyimpan selembar foto itu. Tetapi ia malu mau menahan foto itu.

“Sekarang terangkan uang sejumlah empat ratus ribu dan selembar foto itu milik siapa ?” Perintah Hj. Mariam kepada Syukur, cucunya itu.

“Uang itu milik ustadz Romi yang dihadiahkan kepada bibi. Karena bibi telah menemukan dan mengembalikan dompet itu kepadanya melalaui Syukur. Dan sebagian uang itu sebagai tanda minta maafnya kepada bibi. Ia merasa bersalah karena air liur busuknya mengenai baju bibi ketika duduk bersebelahan di bis.  Foto yang ini adalah foto ustadz Romi. Ustadz Romi adalah salah seorang putra Kyai Roziq Desa Belik Anget.“ Jelas Syukur.

“Putra Kyai Roziq ?” Tanya Hj. Mariam keheran.

“Betul nek. Beliau putra Kyai Roziq. Ada apa dengannya ?” Tanya Syukur.

“Ah, tidak ada apa – apa.” Jawab neneknya itu.

“Tentu nenek menyembukan sesuatu. Apa ada yang rahasia sih ?” Tanya Syukur menyelidik.

“Tidak. Tidak ada yang nenek sembunyikan. Nenek hanya ingat masa muda Kyai Roziq. Beliau seorang pemuda tampan dan alim. Pantas kalau putranya mewarisi ketampanan dan kealiman abahnya.”

“Apa ibu tahu dan kenal Kyai Roziq ?” Sela Lia berapi  api.

“Ibu tahu Kyai Roziq. Tapi ibu tidak kenal dengan beliau. Ibu saat itu hanya bisa mengagumi. Ibu merasa bersyukur sekali kalau sekarang cucu ibu menjadi murid putra beliau.”

“Maksudnya ?” Tanya Lia kepada ibunya.

“Ibu bersyukur sekali kalau sekarang Syukur, cucu ibu ini menjadi murid ustadz Romi, putra Kyai Roziq.”

“Kenapa bu ?” Tanya Lia kepada ibunya.

“Kalau abahnya tampan dan ‘alim, tentu putranya juga demikian.”

“Selain itu apa lagi ? Apakah ibu pernah mengharapakan Kyai Roziq.” Tanya Lia kepada ibunya.

Hj Mariyam tidak menjawab pertanyaan putrinya itu. Ia malah mengamati selembar foto yang ada dihadapannya. Ketika itu ia ingat masa lalunya. Masa lalu yang ia tutup – tutupi selama ini. Masa lalu yang ingin ia lupakan. Masa lalu yang menyedihkan. Kenangan ketika ia akan bertunangan dengan seorang ustadz tidak jadi. Beberapa saat kemudian ia berdiri dan pergi meninggalkan Lia dan Syukur di ruang tamu itu berdua. Ia pergi menuju kekamar dengan gontai. Sampai didalam kamar Hj. Mariam merebahkan badannya di kasur dan menangis.

Lia mengetahui bahwa dari ujung mata ibunya ada butiran air yang meleleh kepipinya. Ia penasaran dan sekaligus merasa bersalah. Merasa bersalah karena dirinya telah melontarkan pertanyaan yang menyebabkan ibunya menangis. Hati Lia menjadi galau pula.

Syukur juga mengetahui kalau neneknya menangis. Ia penasaran terhadap neneknya. Ia merasa lucu, kenapa neneknya menangis. Padahal selama ini ia tidak pernah tahu kalau neneknya bisa menangis.

Saat itu H. Sulaiman datang dari sawah. Ia masuk kedapur bermaksud untuk mengambil bekal sarapan pagi buat orang – orang yang bekerja disawahnya. Tapi ia tidak mendapati apa yang dimaksud. Ia basuh kaki dan masuk kerumah.

“Lia, mana ibumu ?” Panggil H. Sulaiman.
__________________
Insyaalloh bersambung