Total Tayangan Halaman

Sabtu, 17 Maret 2012

Cerber 61. Kasih Tak Sampai.8. KEBENCIAN TERTUKAR DENGAN SIMPATI


“Mana mungkin ada seorang ustadz mau melamar bibi kalau bibi berpakaian norak semacam itu.”

“Ah mungkin saja. Sekarangpun bibi sudah dilamar seorang ustadz.” Sahut Lia dengan bangga.

“Ustadz orang mana ? Dan siapa namanya ?”

“Hemmm …. Ustazd dari Desa belik Anget. Putra seorang kyai. Namanya….” Lia menjawab pertanyaan Syukur tapi tidak sempurnya.

“Maksud bibi ustadz Romi ?”

“Betul. Dia adalah Mas Romi.”

“He he he …. Bibi … bibi. Mana mungkin dia mau dengan bibi yang berpakaian seperti orang barat. Orang yang tidak tahu ajaran Islam.”

“Tapi buktinya dia mau sama bibi.”

“Mana buktinya ?”

“Buktinya ? Buktinya dia memberikan uang kepada bibi sejumlah empat ratus ribu rupiah. Dengan uang itu aku akan membeli pakaian yang islami. Pakaian yang sesuai dengan kehendak Mas Romi.”

“He he he … Bibi sudah gila. Gila sama si santri yang wajahnya bengkak – bengkak.”Seloroh Syukur.

“Biarin. Aku memang lagi gila sama dia. Kalau gila sama ustadz, orang ‘alim dan tampan itu tidak apa – apa. Itu berarti gila yang menguntungkan. Bukan gila yang merugikan. Yak kan ? Ayo berangkat sekarang juga, keburu siang !” Jawab Lia

Syukur tidak menimpali pembicaraan bibinya itu. Ia segera menstart motornya. Setelah itu bibinya naik diboncengan. Segera Syukur memacu motornya kearah utara. Arah jalan raya. ***

Saat itu dibelahan bumi yang lain sekitar jam sebelas siang Romi dan Rofiq memarkir motor didepan warung krengsengan Hj. Aminah. Setelah itu mereka masuk ke warung nasi krengsengan tersebut. Mereka berdua pulang dari rumah sakit menjenguk kawannya yang sakit.

Seperti biasa setiap bepergian Romi selalu memanggul tas usangnya. Tas usang untuk membawa peralatan ibadah. Sajadah, peci, kain sarung dan Al – Qur’an kecil. Ketika masuk kewarung nasi krengsengan itu ia masih memanggul tas jelek tersebut. Tas itu baru ia lepas dari punggungnya setelah ia duduk didalam warung.

“Assalamu’alaikum. Nasi krengsengan dua porsi. Minumnya air putih saja.” Pinta Romi kepada Hj. Aminah.

“Wa’alaikum salam. Ya sebentar nak ! Dari mana nak ?” Jawab Hj. Aminah.

“Kami dari rumah sakit menjenguk kawan yang dirawat disanan.”

“Mau pulang kemana ?”

“Pulang ke Tambak Boyo. Ibu sudah lupa ya sama kami ? Tiga minggu yang lewat kami juga makan disini. Aku malam itu makan disini dengan menghutang. Karena dompetku jatuh didalam bis. Kemudian aku harus meninggalkan tas jelekku ini disini sebagai jaminannya. Baru pagi harinya aku kesini lagi bersama kawanku ini untuk membayar hutang itu. Sekarang kami kesini lagi. Kangen dengan nasi krengsengannya. Kalau pagi ini kami makan menghutang lagi boleh apa tidak ya ?”  Jawab Romi dengan nada bersahabat.

Sebelum melayani Hj. Aminah mengamati seorang pembeli nasi krengsengan yang memanggul tas jelek itu. Pertama mengamati tasnya yang jelek. Mengamati wajahnya. Mengamati pakaiannya. Ketika mengamati wajahnya ia terperanjat. Karena wajah saat itu terlalu jelek untuk dipandang. Sedangkan wajah pemuda yang ada dihadapannya terbilang tampan. Walaupun tidak terlalu tampan, tapi setiap wanita yang memandangnya tentu bergumam “hemmm … tampan”.  Begitu dalam benak Hj. Aminah.

Tetapi setelah mengamati tas dan pakaiannya, ia baru percaya. Bahwa pemuda yang dihadapannya adalah pemuda yang tiga minggu yang lewat pernah mengutang nasi krengsengan.

“He he he … Kapan saja boleh menghutang makan diwarung ini. Pokok ada jaminannya tas jelek.” Seloroh Hj. Aminah.

“Kalau kami makan dengan menghutang disini jaminannya bukan tas jelek lagi bu. Tapi jaminannya ini kawanku, pemuda yang tampan dari Tambak Boyo. He he he ….” Seloroh Romi juga.

“Begitupun boleh juga. Asalkan disini mau kerja.”

Siska sudah tahu siapa dua pemuda yang datang itu sejak Romi memarkir motornya. Sejak itu ia mengamat – amati dua pemuda berwajah tampan itu. Kemudian ia mengambil tempat duduk didepan warung. Ia berusaha menampakkan dirinya. Ia ingin disapa oleh dua orang pemuda tampan itu. Tapi ketika mereka berdua masuk kewarung dan tidak menyapanya hatinya menjadi kecewa sekali. Tetapi ketika mendengar Romi berseloroh  “Tapi jaminannya ini kawanku yang tampan ini” hatinya kembali senang. Bahkan ia masih mengharapkan begitu keluar mereka mau menyapanya. Kalau mereka tidak menyapanya, maka ia ingin menggoda mereka.

Dua porsi nasi krengsengan sudah di hidangkan. Mereka berdua menyantap dengan lahap setelah berdoa. Selesai makan ia segera membayar sambil berkata.

_________________
Insyaalloh bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar