“Bagaimana bibi ? Tampan kan ?” Bisik Syukur ditelinga Lia dengan
suara lembut.
Lia terkejut. Badannya sampai terangkat. Foto yang ada ditangannya sampai
jatuh. Ia malu sekali terhadap kemenakannya itu.
“Huh …. Bikin terkejut saja kamu. Selesai mandi tidak bilang –
bilang. Tiba – tiba bikin bibi terkejut. Jantungku hampir copot.” Serapah Lia.
“Habis bibi sejak tadi terlihat senyum – senyum sendiri saja.
Asyikkan mencium fotonya ?” Goda Syukur.
“Sudah tidak usah bicara itu lagi. Bicara yang lain saja !” Pinta
Lia.
“Boleh. Mana fotonya aku saja yang membawa ?” Pinta Syukur.
“Ah, biar aku saja yang membawa.”
“Oke. Kalau begitu simpan baik – baik ya, aku mau jalan – jalan !”
“Kamu mau kemana ? Tadi mengajak shopping, kok malah mau pergi
sendiri. Bibi sudah siap ni.”
“Lha tadi bilangnya tidak mau. Besuk katanya mau try out. Kok tiba
– tiba berubah pikiran sih, kenapa ?”
“Tadi bibi masih belum berpikir soalnya. Bibi tadi masih lelah
nyuci jadi tidak mood untuk shopping.”
“Ooo… begitu. Terus bagaimana dengan kawanku yang sebentar lagi mau
kesini ?”
“Batalkan saja ! Bilang saja sama dia bahwa aku disuruh
mengantarkan bibi ke Tuban penting. Begitu kan beres ?”
“Tapi kasihan dia bibi. Dia sekarang sudah siap untuk berangkat.”
“Kamu sayang sama bibi apa sayang sama dia. Kalau sayang sama dia
ya sudah sana pergi saja sama dia. Kalau sayang sama bibi telpun sekarang juga.
Batalkan pergi dengan dia !”
“Aku tidak berani bilang sama dia.”
“Oke kalau begitu, biar bibi yang bilang.”
“Jangan bibi ! Aku sajalah yang bilang sama dia.”
Syukur mengeluarkan HPnya dari saku celananya. Ia memencet – mencet
tombol HPnya itu. Sesaat kemudian berderinglah HP itu. Ia menyampaikan
permintaan maaf kepada kawannya yang disana melalui HPnya itu. Karena kali itu
itu ia harus membatalkan kepergian dengan kawannya itu.
“Hei Syukur ! Sebenarnya foto siapa ini ?” Tanya Lia.
“Ganteng kan ? Pemuda itulah yang namanya Romi. Pemuda yang kata
bibi wajahnya benjol – benjol beberapa minggu yang lewat. Pemuda yang kata bibi
bertampang penjahat itu. Pemuda yang tadi malam bibi marahi. Dialah ustadzku
yang tadi malam bibi bilang sombong itu.” Jawab Romi
Lia tidak percaya omongan syukur itu. Karena pemuda yang duduk
bersebelahan di bis tiga minggu yang lewat wajahnya jelek dan bengkak –
bengkak.
“Kamu jangan menipu bibi ! Wajah dalam foto ini sangat berbeda
dengan wajah pemuda yang duduk disebelah kiriku tiga minggu yang lewat. Mataku normal,
sehat, dan tidak kabur. Mataku masih bisa membedakan antara wajah keduanya. Aku
tidak keliru. Aku tidak salah lihat. Tapi kamulah yang berusaha menipu bibi.”
_____________________
Insyaalloh bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar