“Uang dimeja kamar tamu ini milik siapa ?”
“Uang apaan mama ?”
“Uang benaran. Bukan uang apaan. Ini tengok uang sejumlah empat
ratus ribu ditaruh dimeja. Punya kamu ya ? Dan ini foto siapa lagi ? Foto pacar
kamu ya ? Gonta – ganti pacar saja kamu, memalukan orang tua. Kamu Jangan
sembarang menaruh uang ! Kalau hilang nanti mama yang disalahkan.”
“Mama ini sukanya marah – marah saja. Jangan tergesa – gesa marah
mama. Lia tidak ganti – ganti pacar mama. Pacar Lia sekarang ya hanya satu
saja. Hanya mas Robet. Lia tidak punya pacar selain mas Robet. Kalau masalah
uang Lia tidak tahu. O…. mungkin itu uang yang dibawa Syukur tadi.”
“Uang mendapat sebanyak itu dari mana Syukur ? Dan ini fotonya
siapa ? Coba dipanggil sekarang juga !”
Lia mengamati foto yang disodorkan oleh mamanya itu. Mulai dari
ujung rambut sampai ujung kakinya. Mengamati hidungnya yang mancung. Mengamati
alisnya yang tebal. Mengamati bulu matanya yang besar – besar. Mengamati
bibirnya yang bergelombang dan merah. Mengamati kumisnya yang tipis. Dan ketika
mengamati mata foto itu ia merasa seperti berpandangan langsung dengan
orangnya. Hatinya bergetar. Getaran itu menjalar keseluruh tubuhnya. Timbul
rasa yang indah. Saat itu ia berguman dalam hati “Hemmm … tampan amat.
Siapakah dia ? Dibanding dengan mas Robet masih lebih tampan foto ini.”
“Lia tahu kan, foto siapa ini ?” Tanya Mariyam, ibunya.
“Lia tidak tahu mama. Entah ini foto siapa. Syukurlah yang tahu.”
“Kalau begitu panggil saja Syukur !” Perintah Hajjah Mariam
terhadap putrinya.
“Ya mama. Akan Lia panggil Syukur sekarang juga.” Jawab Lia.
Lia penasaran terhadapa foto yang diakuinya lebih tampan dari
Robet, pacarnya itu. Ia ingin segera mengetahui pemilik foto itu. Ia segera
menstart motornya Yamaha Meo. Sebentar kemudian sampailah ia di rumah Salamah,
kakak perempuannya. Ia memarkir motor di halaman.
“Syukur…! Tidur lagi ya ?” Panggil Lia dari halaman.
“Ada apa panggil – panggil Syukur dari halaman ? Masuk duluan
! Ia masih mandi. Tunggu sebentar !”
Sahut Salamah, kakak perempuannya.
“Syukur dipanggil neneknya kakak. Ada yang mau dibicarakan. Penting
banget. Tolong panggilkan kakak !” Pinta Lia.
“Ada apa sih terburu – buru ? Tidak seperti biasanya. Apa ayah atau
ibu sakit ? Panggil sendiri saja kanapa !” Tanya Salamah mamanya Syukur.
“Tidak. Ibu dan ayah sehat – sehat saja kok. Mereka tidak sakit.”
Jawab Lia.
“Jadi ada apa ?”
“Tidak ada apa – apa kakak. Lia hanya penting dengan Syukur. Ia
tadi mengajak ke Tuban untuk belanja.”
“Kalau begitu tunggu saja. Sebentar lagi juga selesai.”
Lia menunggu Syukur yang sedang mandi diruang tamu rumah kakaknya.
Ia tiada henti – henti memandangi poto lelaki yang baru saja ditemui ibunya di
ruang tamu rumahnya. Jemarinya yang runcing mengelus – elus kertas foto itu.
Telunjuknya meraba ke berbagai bagian wajah foto itu. Ia meraba mulai dari
hidungnya, alisnya,bulu matanya, bibirnya, kumisnya, sampai kerambutnya yang
pendek. Sesekali ia mencium kertas foto itu. Sesekali ia menempelkan didadanya.
Angannya menerawang jauh keangkasa. Seakan badannya ikut terbang. Ia ingin
menjemput pemuda aslinya. Ia sampai lupa kalau sebenarnya dirinya sedang
menunggu kemenakannya yang sedang mandi.
Syukur sudah keluar kamar mandi. Ia mengetahui bibinya sedang asyik
meraba – raba sebuah foto. Maka ia masuk
ke kamarnya pelan – pelan. Setelah berganti pakaian ia keluar kamarnya. Ia
berjalan mengendap – endap kearah bibinya. Setelah sampai didekat bibinya ia
membisikkan sesuatu ketelinga bibinya.
“Bagaimana bibi ? Tampan kan ?” Bisik Syukur ditelinga Lia dengan
suara lembut.
Lia terkejut. Badannya sampai terangkat. Foto yang ada ditangannya sampai
jatuh. Ia malu sekali terhadap kemenakannya itu.
“Huh …. Bikin terkejut saja kamu. Selesai mandi tidak bilang –
bilang. Tiba – tiba bikin bibi terkejut. Jantungku hampir copot.” Serapah Lia.
__________________Insyaalloh bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar