“Kamu jangan menipu bibi ! Wajah dalam foto ini sangat berbeda
dengan wajah pemuda yang duduk disebelah kiriku tiga minggu yang lewat. Mataku normal,
sehat, dan tidak kabur. Mataku masih bisa membedakan antara wajah keduanya. Aku
tidak keliru. Aku tidak salah lihat. Tapi kamulah yang berusaha menipu bibi.”
“Betul bibi. Ketika kembali ke pesantren tiga minggu yang lewat
Syukur menjumpai ustadzku, Romi wajahnya bengkak – bengkak. Ia bercerita kepada Syukur penyebab wajahnya
bengkak – bengkak itu. Ia di terminal Bungurasih dikeroyok orang. . Ia dianggap
pencopet. Kalau saja tidak ditolong oleh seorang gadis cantik mungkin ia sudah
menjadi bangkai. Dan kalau tidak salah gadis itu bernama Tiara. Karena terlalu
banyak yang mengeroyok. Jadi wajahnya bengkak – bengkak seperti penjahat
dihajar orang banyak. Pengambilan gambar foto ini kira – kita enam bulan yang
lewat. Ketika selesai suatu acara peringatan PHBI di kampung sebelah pesantren.
Okelah kalau begitu. Syukur tidak ingin berdebat dengan bibi. Jadi berangkat
apa tidak ?” Terang Syukur agak panjang.
“Jangan – jangan dia memang benar – benar pencopet. Untuk menutupi
rasa malu lantas dia beralasan seperti itu.” Bantah Lia.
“Tidak percaya ya sudah. Aku tidak butuh lagi pengakuan bibi. Jadi
apa tidak shoppingnya ?”
Lia menjadi lemah untuk pergi ke Tuban. Hasratnya untuk kenal lebih
dekat dengan pemuda yang fotonya dipegang itu mengendor. Ia takut terhadap
cerita Syukur, kemenakannya itu. Ia takut hatinya terjatuh dalam cinta buta
dengan seorang penjahat.
“Bagaimana ya ? Pikiran bibi menjadi tidak enak. Sudah kalau begitu
kamu berangkat sendiri saja. Tapi sebelum berangkat, temui neneknya ! Aku
kesini tadi untuk menjemputmu, agar kamu menerangkan tentang foto ini.”
“Oke kalau begitu.”
Syukur pergi menuju kamarnya. Ia masuk kedalam kamarnya untuk
mengambil tas punggung. Setelah keluar dari kamar ia lantas mengucapkan salam
kepada bibinya dan pamit kepada ibu dan ayahnya untuk pergi ke Tuban.
“Sebentar ! Kita bersamaan saja menemui nenek.” Pinta Lia.
Syukur seperti tidak mendengar permintaan bibinya itu. Ia kecewa
terhadap pernyataan bibinya yang berubah - ubah. Ia menstart Motor Tigernya dan
tancap gas menuju rumah nenekanya yang tidak jauh dari rumahnya. Sekitar satu
menit bermotor sudah sampai di rumah neneknya.
Sampai di rumah neneknya ia memarkir motor di halaman dekat pintu.
“Assalamu’alaikum. Nenek …. nenek …. Ada apa nenek ?” Panggil
Syukur kepada Hajjah Mariam neneknya dengan suara keras.
“Wa’alaikum salam. Aduh, tidak usah teriak – teriak ! Nenek sudah
dengan.” Jawab neneknya.
“Ada apa nenek memanggilku ?”
“Mana bibimu ? Itu lho, tadi dimeja ruang tamu ini ada uang
sejumlah empat ratus ribu rupiah. Dibawah uang itu ada selembar foto seorang
anak muda. Itu uang dari mana dan foto siapa ?” Tanya Hajjah Mariam.
“Bibi, masih santai ngobrol dengan ibu dirumah tadi.”
“Lho disuruh menjemputmu kok malah diam disana sih.”
Ketika itu tiba – tiba terdengar ada motor yang membelok kehalaman
rumah. Syukur melihat orang yang sedang
datang.
“Itu bibi datang nek.”
Masuk memarkir motornya dekata motor Syukur. Setelah mengunci
tenggok mator MEOnya ia masuk rumah.
____________________
Insyaalloh bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar