Siska sudah tahu siapa dua pemuda yang datang itu sejak Romi
memarkir motornya. Sejak itu ia mengamat – amati dua pemuda berwajah tampan
itu. Kemudian ia mengambil tempat duduk didepan warung. Ia berusaha menampakkan
dirinya. Ia ingin disapa oleh dua orang pemuda tampan itu. Tapi ketika mereka
berdua masuk kewarung dan tidak menyapanya hatinya menjadi kecewa sekali.
Tetapi ketika mendengar Romi berseloroh “Tapi
jaminannya ini kawanku yang tampan ini” hatinya kembali senang. Bahkan
ia masih mengharapkan begitu keluar mereka mau menyapanya. Kalau mereka tidak
menyapanya, maka ia ingin menggoda mereka.
Dua porsi nasi krengsengan sudah di hidangkan. Mereka berdua
menyantap dengan lahap setelah berdoa. Selesai makan ia segera membayar sambil
berkata.
“Tidak jadi menghutang bu. Kawanku tidak mau tinggal disini. Karena
kawanku tidak bisa bekerja. Ini uangnya bu. Sudah kami pulang. Mohon doanya.”
Seloroh Romi sambil memberikan uang lembaran dua puluh ribu.
“Sebentar nak. Uang kembaliannya.” Cegah Hj. Aminah.
“Tidak usah kembali bu. Anggap saja sisanya sebagai uang parkirnya.
He he he ….” Romi menimpali sambil seloroh.
Romi memanggul tas jeleknya kembali. Mereka bergegas menuju
motornya tanpa menoleh kearah Siska. Mereka takut terjadi seperti tiga minggu
yang lewat. Ketika Romi memberikan uang jajan untuk membayar oleh – oleh ia
menolaknya dengan sikap yang kasar. Maka kali ini mereka tidak menoleh
kearahnya.
Siska merasa jengkel harapannya tidak terpenuhi. Ia mengharapkan
sapaan akrab seperti tiga minggu yang lewat. Tetapi harapannya itu sia – sia.
Maka ia terpaksa mengoda mereka berdua.
“Mas … Besuk aku try out, mohon doanya ya ? Mana uang jajannya ?”
Goda Siska terhadap mereka berdua.
“Mudah – mudahan mbak bisa mengerjakan dan mendapatkan nilai yang
memuaskan. Maaf mbak kali ini kami tidak memberikan uang jajan ! Karena takut
ditolak seperti tiga minggu yang lewat. Jadi uang jajannya minta saja sama mama
ya !” jawab Romi,
“Ganteng – ganteng pelit amat. Awas kalau kesini lagi ban motornya
aku gembosin !” Ancam Siska dengan suara marah.
“Terima kasih mbak sanjungannya. Sudah salam saja ya hadiahnya.
Assalamu’alaikum. Selamat tinggal mbak !” Kata Romi meledek Siska.
“Huh sombong amat !” Teriak Siska dengan suara marah.
Sebelum Romi memacu motornya tiba – tiba ada motor yang datang.
Pengendaranya dua orang berhelm teropong berwarna hitam. Motor itu serperti
menghadangnya.
Setelah itu pengendara motor tersebut turun dan membuka helmnya.
Lantas ia menjulurkan tangan untuk berjabat.
“Assalamu’alaikum ustadz ! Dari mana pak ustadz ?” Tebar Syukur
kepada ustadznya.
“Wa’alaikum salam wr. wb. Astaghfirullohal ‘adhim aku pikir siapa,
ternyata kamu Syukur. Hampir saja aku tendang. He he he…, Just kidding. Dari
rumah sakit. Menjenguk ustadz Rosad yang lagi dirawat disana.” Jawab Romi.
“Ayo masuk lagi ustadz ! Kita ngobrol dulu didalam. Kami ingin
mengobrol agak lama dengan ustadz. Ada hal yang penting untuk kita bicarakan.”
Pinta Syukur.
“Kamu dengan siapa dan dari mana saja ? Kalau mau ngobrol lain kali
saja. Tidak pas ngobrol diwarung semacam ini.”
“Aku dengan bibiku. Kami dari belanja.”
“Belanja ? Belanja apa ? Kamu berangkat dari rumah ? Tadi malam
kamu kan masih di pesantren. Jadi kapan kamu pulang kerumah ?”
“Aku pulang pagi – pagi tadi. Aku sengaja pulang segera menemui
bibiku yang tadi malam marah – marah kepada ustadz. Dan kami baru saja
berbelanja seperti pesan ustadz.”
“Kamu membelanjakan pesananku ? Pesanan apa ?” Tanya Romi dengan
heran.
“Betul ustadz. Kami belanja satu stel pakaian. Satu stel pakaian untuk
bibiku sebagai pangganti pakaiannya yang tiga minggu yang lewat kena air liur
busuk ustadz. Ini aku bersama bibiku.”
Muka Romi merah padam mendengarkan kalimat Syukur yang terakhir
itu. Ia memakai helmnya kembali. Setelah itu ia menstart motornya. Ia segera
memacu motornya kearah barat setelah menebarkan salam kepada mereka berdua. Ia
meninggalkan mereka berdua dimuka warung milik orang tua Siska itu.
_______________________
Insyaalloh bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar