Total Tayangan Halaman

Selasa, 13 Maret 2012

Cerber 49. Kasih Tak Sampai. 6. Kata Maaf Yang Indah


“Maaf bibi ! Aku sekarang tidak dipesantren. Aku lagi diluar pesantren. HP yang aku pakai tilpun ini HP biasanya itu. HP milik kenalanku pemuda kampung.”
“Betul kan ? Kamu menipu bibimu sendiri. Coba kalau kamu berkata benar tolong sambungkan bibi dengan ustadzmu !”
“Baiklah kalau begitu. Aku akan kembali ke pesantren dan menemui ustadzku.”
Lia heran terhadap kemenakannya itu. Ia tidak percaya sama sekali terhadap hadiah untuk dirinya dari ustadznya kemenakannya itu. Karena dirinya yang merasa salah.
Beberapa saat kemudian HP Lia berdering lagi. Ia membuka HPnya.
“Bagaiaman Syukur ? Bisakah aku disambungkan dengan ustadzmu ?” Tanya Lia kepada Syukur.
“Maaf bibi ! Beliau tidak bersedia berbicara dengan bibi. Beliau malu bibi.” Jawab Syukur.
“Ah …kamu pandai beralasan saja. Kamu ternyata menipuku.”
“Betul bibi. Beliau tidak bersedia berbicara dengan bibi. Beliau malu katanya malu.”
“Hemmm … Memang kamu yang mempermainkan bibimu. Awas kalau pulang nati ya ?” Ancam Lia dengan suara geram.
“Sumpah bibi, beliau tidak mau berbicara dengan bibi. Maafkan aku bibi ! Aku tidak menipu bibi. Aku berkata benaran.”
“Hei, Syukur seperti apa sih ustadzmu itu ? Kenapa sombong sekali ? Sudah merasa paling hebat ya ?”
“Kenapa bibi marah – marah sama aku dan mencaci ustadzku ? Beliau tidak salah bibi.”
“Tapi dia sombong amat. Diajak berbicara sebentar saja mengapa tidak mau ? Apa dia terlalu sibuk sehingga tidak ada waktu ? Apa dia menganggap bibimu ini orang jelek, orang jahat, orang tidak berpendidikan. Hemmm … !”
Walapun tidak begitu jelas Romli tahu dan mendengarkan kemarahan Lia, bibinya Syukur itu. Ia merasa tidak enak. Ia tidak mau berbicara bukan karena sombong. Tapi ia malu terhadap Lia. Malu atas perbuatannya tiga minggu yang lewat. Ia masih ingat cacian Lia didalam bis.
“Ada apa Syukur dengan bibimu ?” Tanya Romi terhadap Syukur.
“Dia marah – marah ustadz.” Syukur.
“Marah terhadap siapa ?”
“Marah sama ….” Jawab Syukur tidak melanjutkan perkataannya.
“Dia marah sama aku ?” Tanya Romi dengan penuh keheranan.
“Betul usatdz. Ia marah dengan ustadz.”
“Kenapa dia marah kepadaku ?” 
“Karena ustadz tidak mau diajak berbicara barang sebentar dengannya.” Jawab Syukur dengan suara terputus – putus.
“Kalau begitu biar akulah yang mendengarkan kemarahannya. Mana HPnya ?”
Syukur memberikan HP itu kepada ustadznya.
____________________
Insyaalloh bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar