Total Tayangan Halaman

Jumat, 16 Maret 2012

Cerber 55. Kasih Tak Sampai. 8. Kebencian Tertukar Simpati


“Bibi jangan terlalu mencaci ustadzkulah. Ia orangnya baik – baik. Memang benar. Ia ada udang dibalik batu. Tapi bukan ada niatan jelek bibi. Ia memberikan uang itu ada dua tujuan. Pertama, ia terima kasih atas ditemukannya dompet miliknya. Kedua, ia memberikan uang itu untuk membeli satu stel pakaian untuk mengganti pakaian yang kena air liurnya. Ia tidak ada niatan selain dua itu bibi.”

“He he he …. Syukur …. Syukur, kamu masih bau kencur, tidak mengerti apa kata hati seseorang.”

“Bau kencur ? Apa itu maksudnya bibi ?”

“Yak kan ? Bau kencur saja kamu tidak mengerti kan ?”

“Tolong bibi, jelaskan apa itu bau kencur !”

“Tidak usah bibi jelaskanpun kamu akan mengerti pada saatnya.”

“Jadi bibi tidak mau menerima uang ini darinya ? Bibi tidak mau membeli pakaian baru dari uang ini ? Ya sudah kalau begitu ?”

Dengan rasa kecewa Syukur pergi menuju rumah neneknya. Ia masuk kerumah dan mencari nenek dan kakeknya. Setelah jumpa dengan nenek dan kakeknya ia pamit untuk menjumpai orang tuanya yang ada dirumahnya.

Sebelum pergi kerumah orang tuanya Syukur menaruh uang empat ratus ribu itu dimeja ruang tamu. Dibawah uang itu ia taruh pula selembar foto berwarna ukuran sedang. Foto seorang santri.

Selesai menjemur pakaian Lia masuk ke dapur. Ia bermaksud membantu ibunya memasak didapur. Tapi ibunya sudah selesai memasak untuk sarapan pagi. Dan ibunya sudah tidak ada didapur. Ia sudah menata hidangan sarapan pagi untuk ayah, dan adik – adiknya di ruang makan.

Tiba – tiba ibunya yang diruang tamu memanggilnya.

“Lia kesini nduk !” Panggil Mariyam, ibunya Lia.

“Ya ma. Ada apa mama ?” Tanya Lia kembali.

“Kesini dulu. Ini lho. Ini punya siapa ?”

“Ada apa sih mama ? Lia masih menyapu dapur. Sebentar mama !”

“Biasa, kalau dipanggil mama masih saja alasan. Kapan kamu mau mengerti. Masak dipanggil mama hanya menjawab dengan teriak – teriak dari jauh saja.”

“Ya mama. Maafin Lia mama !”

Lia menaruh sapunya. Ia bergegas menemui mamanya di kamar tamu.

“Ada apa sih ma ? Seperti ada yang penting saja.” Sambung Lia.

“Kalau dipanggil orang tua itu datang dulu baru bertanya. Jangan berteriak dari jauh, itu tidak sopan Lia.”

“Inggih mama. Sendiko dawuh. Terus ada apa mama ?”

“Uang dimeja kamar tamu ini milik siapa ?”

“Uang apaan mama ?”
 ________________
Insyaalloh bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar