Total Tayangan Halaman

Senin, 12 Maret 2012

Cerber 46. Kasih Tak Sampai. 6. Kata Maaf Yang Indah


“Ooo…. Ceritanya bagus juga ya. Suatu ketika aku kepingin juga pergi ke Mesir dan belajar disana kalau bagitu. Siapa tahu bisa juga seperti Ustadz Toha.”
“Semua orang mempunyai kesempatan yang sama. Kamupun ada kesempatan untuk berhasil seperti Ustadz Toha. Hanya bagaimana cara meraih dan menggunakan kesempatan yang ada.”
Syukur diam sebentar. Sudah lama ia ingin bisa berbincang – bincang dengan Ustadz Romi. Ia ingin menyampaikan tentang bibinya yang telah menemukan dompetnya. Yang didalam dompet itu ada KTP, kartu anggota OSIS, dan kartu santri milik ustadnya itu. Tiba – tiba ia ingin menggunakan kesempatan yang tepat. Ia tidak ingin melepaskan kesempatan yang benar – benar tepat itu. Sekaligus ia ingin jadi pahlawan bagi ustazdnya tersebut.
“Kenapa diam ?” Tanya Romi.
“Seumpama ada seseorang yang menemukan dompet ustadz, dan kemudian memberikan kepada ustadz apa yang akan ustadz lakukan ?” Tiba – tiba Syukur mneyeletuk.
“Aku akan memberikan hadiah kepadanya. Dan tentu aku akan menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam – dalamnya juga. Kalau mungkin orang tersebut akan aku jadikan saudaraku.”
“Sekalipun orang tersebut pernah menyakiti ustadz ? Apakah ustadz akan tetap memperlakukan semacam itu ?”
Romi diam sejenak. Pertanyaan Syukur terasa lain. Getaran hatinya menemukan jawaban. Filingnya mengatakan bahwa Syukur mengetahui orang yang menemukan dompetnya.
“Hemmm …. Kenapa kamu bertanya beagitu ? Apakah kamu telah mengetahui orang yang menemukan dompetku ?”
Syukur tidak menjawab pertanyan ustadznya itu. Ia hanya menundukkan kepalanya. Jari telunjuknya menulis diatas lantai. Ia berat untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya telah diketahui.
“Kenapa diam saja ? Apakah kamu mengetahui orang yang menemukannya ?”
“Betul ustadz. Aku tahu orang yang telah menemukan dompet milik ustadz.” Jawab Syukur dengan suara terbata – bata.
“Siapapun orangnya yang menemukan dompetku aku akan memberikan hadiah kepadanya. Dan aku akan menganggapnya sebagai saudara. Walaupun orang tersebut pernah menyakitiku. Karena aku selama ini tidak pernah menganggap musuh terhadap siapapun.” Terang Romi.
“Apakah benar yang kamu katakan ? Kamu tidak sedang bermimpi Syukur ?” Tanya Romi berapi – api.
“Benar ustadz. Aku tidak sedang bermimpi.” Jawab Syukur.
“Kalau begitu tunjukkan kepadaku siapa orangnya yang telah menemukan dompet itu ! Aku besuk pagi akan mendatanginya dan akan memberikan hadiah yang layak baginya. Aku akan berterima kasih pula kepadanya.”
“Aku rasa tidak perlu ustadz bertemu langsung dengan orangnya.”
“Kalau aku tidak bisa bisa bertemu dengannya terus bagaimana aku bisa mengambil dompetku itu ? Bagaimana aku harus menyerahkan hadiah kepadanya ? Bagaimana pula aku harus berterima kasih kepadanya ?”
“Biar aku saja ustadz yang akan membereskan semuanya.”
“Jadi kamu tahu orang yang menemukan dompetku ?”
“Betul ustadz. Aku tahu dan kenal dengan orang itu.”
“Oouu ….  Kalau begitu kapan kamu akan mengambilkan dompetku itu darinya ?”
“Dompet ustadz dan isinya sekarang ada dikamar ini ustadz. Karena dompet itu sudah aku bawa sejak saat itu.”
“Benar begitu ? Sejak kapan dompet itu kamu bawa ?”
“Sejak aku kembali ke pesantren ini.”
“Jadi kamu benar – benar bertemu dengan orang yang menemukan dompetku itu ? Siapa dia Syukur ?” Tanya Romi menggebu.
“Betul aku bertemu dengan orang tersebut. Karena setiap aku pulang dari pesantren selalu berjumpa dengannya. Dia adalah bibiku sendiri.”
“Al – Hamdulillahi robbil ‘alamin. Astaghfirullohal ‘adhim. Ya Alloh aku mohon kepadamu, berikanlah kelancaran seglra urusan bagi orang yang telah menemukan dompetku itu Ya Alloh ! Allohumma amin, Ya mujibas sailin. Kalau boleh tahu mana sekerang dompetku itu Syukur ?”
Syukur berdiri dan berjalan menuju almarinya. Ia membuka almari itu dan mengambil dompet yang sudah disimpan selama tiga minggu dalam almari itu. Lantas Syukur menyerahkan dompet itu kepada ustadznya.
“Ini ustadz dompetnya! Maaf ya kalau aku selama ini tidak segera menyampaikan kepada ustadz ! Karena aku dan bibiku takut. Takut ustadz marah terhadapku dan terhadap bibiku.”
“Al – Hamdulillah,  Ya Alloh Engkau masih mengembalikan dompet dan isinya kepadaku. Sehingga aku tidak usah bersusah payah untuk mengurus KTP baru lagi.” Ucap Romi bersyukur.
“Tidak selayaknya aku marah terhadapmu. Apalagi terhadap bibimu. Bibimu tentu orang yang baik hati. Tidak pantas orang baik – baik dimarahi. Seharusnya orang baik harus disanjung dan didoakan. Kalau boleh lain kali aku ingin bisa kenalan dengan bibimu.” Sambung Romi.

_______________________
Insyaalloh bersambung. ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar