Total Tayangan Halaman

Sabtu, 17 Maret 2012

Cerber 60. Kasih Tak Sampai.8. KEBENCIAN TERTUKAR DENGAN SIMPATI


Saat itu H. Sulaiman datang dari sawah. Ia masuk kedapur bermaksud untuk mengambil bekal sarapan pagi buat orang – orang yang bekerja disawahnya. Tapi ia tidak mendapati apa yang dimaksud. Ia basuh kaki dan masuk kerumah.

“Lia, mana ibumu ?” Panggil H. Sulaiman.

“Ya ayah. Ibu dikamar ayah. Ada apa ?” Jawab Lia.

“Bungkusan sarapan pagi untuk kiriman orang – orang bekerja disawah ditaruh dimana ?”

“Mungkin belum dibuat ayah.”

“Mana ibumu ?” Tanya H. Sulaiaman terhadap Lia.

Hj. Mariam mendengar suara suaminya itu segera bangun. Ia segera mengelap air mata yang ada dipipinya. Setelah itu ia pura – pura merapikan kamar tidurnya.

“Ya ayah. Aku disini ayah. Sedang merapikan tempat tidur.” Sahut Hj. Mariam dari dalam kamar tidur.

“Di taruh dimana nasi untuk orang – orang bekerja disawah bu ?” Tanya H. Sulaiman terhadap isterinya.

“Astaghfirullohal ‘adhim. Maaf ayah ! Aku lupa tadi mau membungkus. Habis aku tidak tahu berapa jumlah orang yang bekerja. Jadi aku menunggu ayah datang dari sawah.” Hj. Mariam beralasan.

“Seperti kemarin, 20 orang.” Jawab H. Sulaiamn.

Lia tertawa mengetahui ibunya bersandiwara dengan ayahnya. Demikian juga Syukur. Tetapi mereka berdua menahannya. Karena ia merasa hampir tidak sanggup menahan tawanya, maka mereka berdua berjalan cepat menuju kedapur. Sampai didapur Lia segera membersihkan dan menata daun – daun untuk membungkus nasi kiriman. Sedang Syukur mengangkat nasi dan sayur.

Beberapasa saat kemudian Hj. Mariam sudah berada didapur. Ia segera membungkus 20 bungkus nasi. Tidak sampai sepuluh menit selesailah pekerjaan membungkus nasi itu.

“Aku akan ke Tuban dengan syukur bu ?” Lia segera pamit kepada ibunya untuk segera menghindari situasi yang kurang kondusif itu.

“Lho…. Katanya besuk try out. Katanya mau belajar giat agar dapat nilai bagus, kok malah mau pergi ke Tuban. Ada apa ?” Tanya ibunya.

“Mau minjam buku di tempat kawan sambil belanja pakaian bu.” Jawab Lia.

“Belanja pakaian ? Uang dari mana ?” Tanya ibunya.

“Uang dari…. Mas Romi….” Jawab Lia dengan suara pelan dan mantap.

“Hah …. Uang dari Romi ?” Tanya Hj. Mariam kepada Lia.

“Betul bu … Uang darinya. He he he …” Jawab Lia sambil tersenyum.

Lia dan Syukur keluar dapur. Mereka berdua pergi ke halaman rumah. Lia memasukkan motornya kegarasi. Sedang Syukur manstart motor Tigernya.

“Tunggu ! Aku ikut ke Tuban, tapi aku  mau berganti pakaian dulu.” Pinta Lia kepada kemenakannya.

“Jadi shopping ?” Tanya Syukur.

“Ya. Jadi. Sepulang belanja nanti mampir di rumah kawanku. Kita istirahat disana sambil makan siang.”

“Mana rumah kawan bibi ?”

“Kita tidak mampir kerumahnya. Tapi mampir di warungnya, nasi krengsengan.”

“Dimana itu warungnya ? Aku suka nasi krengsenngan bibi.”

“Warungnya di lokasi terminal Tuban.”

“Oke. Segara saja berganti pakaian bibi. Aku tidak sabar makan nasi krengsengan.”

Lia masuk kerumah dengan cepat. Ia segera berganti pakaian kesukaannya. Celana jean dan kaos lengan pendek. Tidak lupa ia melilitkan sehelai kain sal dilehernya. Tidak lama kemudian ia keluar kamar.

“Bibi jangan memakai pakaian semacam itulah. Syukur malu kalau berjumpa dengan kawan – kawan. Berpakaianlah yang islami.” Pinta Syukur kepada Lia, bibinya.

“Bibi mau berpakaian menutup aurot kalau suami bibi seorang ustadz. Biarlah bibi sekarang berpakaian semacam ini saja.” Jawab Lia.

“Mana mungkin ada seorang ustadz mau melamar bibi kalau bibi berpakaian norak semacam itu.”

“Ah mungkin saja. Sekarangpun bibi sudah dilamar seorang ustadz.” Sahut Lia dengan bangga.

“Ustadz orang mana ? Dan siapa namanya ?”

____________________
Insyaalloh bersa,bung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar