Total Tayangan Halaman

Sabtu, 10 Maret 2012

Cerber 35. Kasih Tak Sampai. 4. Gelisah

Malam itu Mas Edy sopir pick up setelah sampai rumah gelisah. Ia sedih telah berkata kasar kepada putra Kyia Roziq ketika dihadang di terminal Tuban. Ia takut kalau kata – katanya yang kotor disampaikan kepada ustadznya, Kyai Roziq oleh Romi, putranya. Ia berjanji ingin segera menemui Romi untuk meminta maaf. Ia juga ingin berpesan agar perkataannya yang kotor itu tidak  diceritakan kepada abahnya. ***
Romi menapaki jalan menuju rumah kawannya yang ada disekitar Kantor Kecamatan Tambak Boyo. Pakaiannya basah kuyup. Tidak sehelai benarpun yang masih kering. Tidak sehelai rambutpun yang masih kering. Ia kedinginan.

Beberapa menit kemudian sampailah dirumah kawannya. Lampu didalam rumah itu sudah dipadamkan. Maka didalam rumah itu gelap.  Tidak tampak ada orang yang masih terjaga. Hanya lampu teras saja yang masih dihidupkan. 

Saat yang demikian Romi bingung.  Apa yang harus dilakukan. Mau mengetuk pintu tidak sopan. Mau duduk diteras saja juga tidak enak. Takut disangka penjahat. Dan yang paling menyiksa adalah semua pakaiannya basah. Merasa dingin. Dan semakin dingin ketika angin laut berhembus. 

Romi berjalan menuju masjid ditemani dengan rintik – rintik hujan dan hembusan angin laut. Badannya yang masih basah semakin basah. Badannya yang sudah dingin semakin dingin. Perutnya terasa sakit karena terlalu dingin itu. 

Sampai dimasjid Rmi segera menuju kekamar mandi. Ia membuka pakaian dan mencucinya. Selasai dicuci pakaiannya itu diperasnya kuat – kuat untuk meminimkan air yang melekat di kain pakaian itu. Kemudian pakaian itu dikibaskan beberapa kali agar sisa air yang  menempel di kain semakin sedikit. Setelah itu kain dibeber di dekat listrik.

Romi lantas mandi. Ia mandi tanpa pakai sabun dan keramas tanpa pakai sampo. Ia hanya mandi dengan air saja. Ketika pertama kali menumpahkan air kebadannya air terasa sangat dingin. Tetapi rasa dingin itu tidak dipedulikan.

Selesai mandi Romi memakai pakaiannya yang masih basah itu. Lantas ia pergi keserambi masjid. Dalam kondisi basah itu ia ingin melakukan sholat lail (sholat malam). Ia tidak berani berdiri ditempat yang ada karpetnya. Takut karpetnya basah kena air yang masih setia menempel dipakaiannya. Ia takut menyusahkan penjaga masjid.

Setelah memusatkan pikiran Romi melaksanakan sholat tahiyatul masjid dan dilanjutkan sholat lail beberapa rokaat. 

Beberapa rokaat sholat malam telah Romi lakukan. Tiba – tiba Romi ingat peristiwa yang dialami sepanjang hari. Ingat Tiara yang cantik yang selalu memburu dan menggodanya. Ingat peristiwa dikeroyok oleh orang – orang diterminal. Ingat wanita cantik di bis yang melemparkan kepalanya sehingga kepalanya membentur dinding dengan keras. Ingat air liur busuknya menetes didada wanita tersebut. Ingat dompetnya hilang. Ingat makan nasi di sebuah warung tanpa membawa uang, sehingga penjual nasi menyuruhnya mencari pinjaman uang. Ingat ketika menghadang mobil pick up dan menggertak sopirnya. 

Ketika ingat Tiara hatinya berbunga – bunga. Ia merasa bangga karena dirinya yang hanya santri kampung dikejar – kejar oleh seorang gadis cantik kota Surabaya. Gadis yang sudah kuliah lagi. Tetapi ia menyayangkan bahwa Tiara menggodanya hanya dengan modal kecantikan, ilmu pengetahuan, dan harta saja. Gadis cantik itu tidak punya modal agama yang cukup. Sehingga ia berakhlaq sesuai dengan hawa nafsunya. Tidak berakhlaq dengan akhlaq islami. Kalau saja Tiara berakhlaq islami ia mengharapkan untuk bisa hidup satu atap. Hidup dalam sebuah keluarga yang dibina menurut Islam.

Romi gelisah malam itu. Ia merasa bersalah kepada Tiara. Karena ia telah berprasangka buruk terhadap Tiara. Ia telah memperlakukan Tiara kurang ramah. Ia berjanji suatu ketika ia akan pergi menjumpai Tiara dan minta maaf.  

Romi merasa bersalah kepada Hasan, kawannya. Sebagai tamu ia seperti kurang menghormati tuan rumahnya. Ia telah berdebat dengan kawannya itu dengan tegang. Suatu ketika ia akan pergi kerumah kawannya itu lagi untuk minta maaf.

Romi ingat juga seorang wanita cantik dalam bis yang duduk disebelah kirinya. Ia merasa sangat bersalah dengan wanita itu. Karena ia telah membuat wanita itu sakit hati dan marah berat. Karena air liurnya yang berbau busuk telah menetes didada wanita tersebut. Ia berjanji kalau suatu ketika bisa berjumpa dengan wanita itu lagi ia akan mengganti pakaian itu dengan satu stel pakaian yang lebih bagus dari pada pakaian yang kena air liur busuknya. Ia berharap kata maaf dari wanita itu.

Romi ingat juga terhadap wanita penjual nasi krengsengan di terminal Tuban. Ia merasa bersalah makan nasi krengsengan tidak membawa uang. Sehingga ia diusir dan harus mencari uang pinjaman. Ia pamit mencari pinjaman, tetapi tidak mencari pinjaman. Ia pulang. Ia berjanji kalau saja ia sudah bisa menjumpai penjual nasi krengsengan tersebut ia akan membayar hutangnya tiga kali lipat. Karena ia beranggapan, bahwa penjual nasi itu pertama sudah memberikan pinjaman nasi krengsengan. Kedua, penjual tersebut sudah menjaga barang – barang miliknya. Ketiga, penjual tersebut telah  bersikap sopan.

Romi juga ingat ketika menghadang mobil kang Edy. Ia merasa bersalah karena ia telah mengganggu perjalanan Kang Edy. Suatu ketika ia ingin memberikan bingkisan untuk kang Edy.

Ketika melamun semacam itu Romi tidak merasakan dingin lagi. Ia tidak merasakan dinginnya pakaian basah. Dinginnya hembusan angin laut. Dan dinginnya malam. Rasa dingin itu tertutpi oleh rasa gelisah dan salah.

Lamunan Romi buyar ketika tiba – tiba ada suara sandal menuju masjid. Ia menoleh kearah suara sandal tersebut. Ia melihat sesosok orang tua berjubah dengan mulut komat – kamit menuju serambi masjid.
____________________
Insyaalloh bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar