Total Tayangan Halaman

Sabtu, 10 Maret 2012

Cerber 34. Kasih Tak Sampai. 4. Gelisah


Lia terdiam. Ia merenungkan kembali kekasarannya didalam bis terhadap orang yang disebutkan sebagai ustadz kemenakannya itu. Ia mencari cara agar tidak bisa ketahuan oleh orang yang pernah dihinakan dalam bis itu. 

“Kalau begitu dompet itu berikan kepadanya tanpa menyebutkan siapa yang menemukan. Sehingga dia tidak mengetahui kalau bibi yang telah menemukan dan yang berbuat kasar kepadanya.”

“Bagaimana Syukur bisa berbohong kepada ustadznya sendiri bibi.”

“Demi untuk menjaga keselamatan bibimu sendiri.”

“Apakah tidak sebaiknya bibi minta maaf saja kepada beliau.”

“Hemmm … Bagaimana ya enaknya ?”

“Menurut Syukur lebih baik minta maaf saja bibi. Karena lain kali kalau berjumpa tidak ada rasa malu lagi bibi.”

“Ya sudah, aku pikir dulu. Besuk ya, aku kasih jawabannya. Sekarang pulanglah !”

Syukur keluar rumah bibinya dengan membawa oleh – oleh dari bibinya. Sampai diluar ia langsung menstart motor Tigernya dan tancap gas menuju rumahnya.

Syukur ikut gelisah atas peristiwa yang menimpa gurunya gara – gara bibinya itu. Ia menjadi repot mau memberikan dompet ustadznya dipesantren. Kalau ketahuan yang sudah berlaku kasar adalah bibinya maka ia sangat malu. Mungkin di pesantren tidak bisa akrab dengan ustadz yang dikaguminya itu seperti dulu lagi.
Sejak mengetahui bahwa pemuda yang kepalanya ia sodok dengan keras itu adalah ustadz kemenakannya, Lia tidak bisa tenang. Malam itu Lia hamper tidak bisa tidur. Ia hanya berfikir bagaimana cara untuk menghindari beretmu dengan pemuda yang telah ia sakiti itu. Ia berharap kalaulah lain kali berjumpa mudah – mudahan dalam perjumpaan yang menyenangkan.

Maka sejak itu ia selalu berdoa dan mengirim fatihah untuk pemuda, Romi  yang telah ia sakiti itu. Ia sangat berharap agar kalau suatu ketika berjumpa Alloh memberikan perjumpaan yang sangat indah. ***

Ketika Romi keluar dari warungnya, penjual nasi diterminal itu mengikuti langkah – langkah Romi dengan pandangan matanya. Ia juga melihat ketika Romi menghadang puluhan mobil dan mobil itu tidak ada yang mau berhenti. Ia melihat baju Romi basah kuyup. Ia juga melihat ketika Romi berdiri ditengah – tengah jalan untuk memberhentikan mobil dengan paksa. 

Ketika mau tidur melihat putra – putrinya ia langsung teringat kepada  pemuda yang baru saja membeli nasi di warungnya. Ia menyesal telah memperlakukan pemuda itu dengan perlakuan yang kurang baik. Ketika itu naluri kewanitaannya timbul. Naluri keibuannya muncul. Ia menyesal tidak mau menolong orang yang benar – benar dalam kesusahan. Padahal pemuda itu begitu tulusnya mengatakan keadaan dirinya.  Pemuda itu sampai mengeluarkan apa yang ada dalam tasnya. Empunya warung penjual nasi di terminal Tuban malam itu gelisah.

Saat itu penjual nasi tersebut bergumam “Aku tidak selayaknya memperlakukannya sekeji itu. Hanya sepiring nasi sisa sangat tidak berarti. Hanya uang tujuh ribu tidak ada nilainya dibanding dengan kesedihan yang ditanggung pemuda itu. Aku berjanji suatu ketika dia kesini untuk melunasi hutangnya kepadaku, maka akan aku beri makan sepuasnya tanpa bayar. Dan akan aku beri nasi untuk dibawa pulang pula. Aku benar – benar menyesal.”***

Malam itu Mas Edy sopir pick up setelah sampai rumah gelisah. Ia sedih telah berkata kasar kepada putra Kyia Roziq ketika dihadang di terminal Tuban. Ia takut kalau kata – katanya yang kotor disampaikan kepada ustadznya, Kyai Roziq oleh Romi, putranya. Ia berjanji ingin segera menemui Romi untuk meminta maaf. Ia juga ingin berpesan agar perkataannya yang kotor itu tidak  diceritakan kepada abahnya. ***
_______________-
Insyaalloh bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar