Pukul
15.30 terminal Bungurasih masih diguyur hujan lebat. Belum ada tanda – tanda
untuk mereda. Awan hitam dan tebal masih menyelimuti langit Surabaya dan sekitarnya. Air diterminal
semakin menggenang.
Saat
itu Romi masih didalam pos polisi unit terminal Bungurasih. Ia masih duduk di
bangku pojok pos polisi tersebut. Ia merasakan ada rasa sakit di wajahnya. Ia
meraba dengan tangan kirinya bagian yang terasa sakit itu. Terasa ada benjolan
– benjolan di beberpa bagian wajahnya. Karena penasaran ia berusaha untuk
bercermin. Ketika bercermin itu ia terkejut. Karena wajahnya tampak seperti
wajah penjahat yang baru saja dihajar oleh orang banyak. Bahkan wajahnya lebih
menyerupai hantu dari pada wajah manusia. Beberapa bagian bengkak dan membiru. Di bagian
yang lain lecet – lecet berwarna hitam kecoklatan. Wajah tampannya hilang sama
sekali. Tertelan oleh benjolan dan lecet – lecet tersebut.
Setelah
tas usangnya oleh polisi diserahkan kembali, Romi segera pergi menuju kamar
mandi. Ia mandi dan berganti pakaian. Pakaian yang sudah lusuh dan kotor serta
berbau dari dalam tasnya dipakai lagi. Sedangkan pakaiannya yang basah yang
baru dipakai dimasukkan kedalam tas. Walaupun pakaian itu sudah jelek dan sobek
tetap dibawa pulang juga. Ia berfikir ingin mengabadikan peristiwa itu dengan
menyimpan kaosnya yang kotor dan sobek tersebut.
Selesai
mandi ia keluar dari kamar mandi dan berjalan menuju ke tempat pak polisi. Ia
pamit pulang ke Tuban.
Setelah
pak polisi mengijinkan pulang Romi mendekati Tiara. Beberapa saat ia diam
dihadapan Tiara. Ia mau mengucapkan sesuatu. Tetapi terasa agak berat. Ia
memandang wajah Tiara sepintas. Kemudian kembali menunduk.
Kedua
tangan Romi masih memegang tas bodolnya. Jemari kedua tangannya memainkan
kancingan tas yang jelek itu. Sedangkan kedua kakinya tampak gemetaran.
“Tiara,
maafkan aku ! Karena aku telah membuatmu susah dan malu.” Sapa Romi kepada
Tiara dengan suara bergetar dan terputus - putus.
Tiara
tidak langsung menjawab sapa Romi itu. Ia mengangkat kepalanya dan memandang wajah
Romi yang penuh dengan benjolan itu. Hatinya berdesir. Ia merasa sangat
bersalah. Kalau saja ia tidak gegabah menarik tas Romi. Maka ketampanan wajah
Romi yang alami masih bisa dinikmati.
“Akulah
yang seharusnya minta maaf. Karena akulah yang bersalah. Aku telah
mencelakakanmu dengan menarik tasmu dari belakang. Sampai kamu jatuh terjerembab
ke genangan air hujan. Sehingga orang - orang diterminal ini menganggapmu
pencopet.” Jawab Tiara dengan suara yang bergetar pula.
“Bukan.
Yang salah bukan kamu. Tapi aku. Aku tidak bisa membalas atas kebaikan dan
pertolonganmu. Mungkin hanya kata “TERIMA KASIH” yang bisa aku
berikan kepadamu.”
“Pertolongan
apa ?”
Romi
memandang tasnya yang putus talinya. Kemudian sambil mengangkat tasnya menjawab
pertanyaan Tiara itu.
“Ini,
tasku yang jelek ini. Tidak sepantasnya gadis secantik Tiara
memegang tas yang jelek seperti ini di terminal yang ramai ini. Dengan membawa
tas ini tentu harga diri atau gengsi Tiara telah jatuh dihadapan mereka.”
Hati
Tiara berbunga – bunga ketika mendengarkan kalimat Romi yang menyanjungnya
dengan kalimat “gadis secantik Tiara”. Ia ingin mendengarkan
kalimat itu sekali lagi. Ia berfikir bahwa Romipun ternyata mengakui
kecantikannya. Ia berharap kalimat Romi ini cerminan hatinya. Bukan saja
mulutnya yang mengucapkan. Tetapi hatinya mengakui tentang kecantikan dirinya.
Ia berharap suatu ketika Romi membutuhkan dan mencari dirinya.
__________________
Insyaalloh bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar