Total Tayangan Halaman

Jumat, 09 Maret 2012

CERBER.1. 29. KASIH TAK SAMPAI. 4. Preman yang Baik Hati


Bis menepi dan berhenti di kampung Sobontoro. Seorang wanita cantik turun dari bis. Di tepi jalan sudah ada seorang lelaki yang sudah menunggunya. Lelaki tersebut lebih muda dibanding wanita tersebut. Lelaki tersebut memakai jas hujan dan duduk di motor TIGERnya. 

“Kenapa lambat kali bibi Lia ? Biasanya sebelum maghrib sudah samoai ?” Tanya kemenakan laki - lakinya yang menjemput.

“Nanti sajalah aku akan cerita. Aku lelah sekali.” Jawab bibinya, Lia.

Anak lelaki muda itu memutar motornya. Kemudian menstart. Setelah bibinya, Lia naik diatas jok anak muda laki – laki tncap gas menuju Desa Sawir. Sawir adalah Desa kecil satu kilo meter disebelah selatan Desa Sobontoro.***

Sementara itu Romi yang masih di terminal Tuban sedikit kebingungan. Ketika ia mau membayar  nasi krengsengan yang telah dimakannya ia tidak punya apa – apa lagi. Ia merogoh sakunya untuk mengambil dompet. Tetapi dompetnya tidak ada disaku celananya tersebut. Karena dompetnya jatuh didalam bis. Sedangkan bis sudah meninggalkan terminal. Ia tidak mungkin mengejar bis itu.

Romi mau telpun keluarganya. Tetapi HPnya rusak kena rendam air ketika ia terjatuh digenangan air hujan di terminal Bungurasih Surabaya. Mau ke wartel ia lupa nomor yang mau dihubungi. Pada saat yang demikian Romi hampir kehabisan akal.

Romi membongkar tas usangnya di meja warung nasi itu. Ia keluarkan segala isinya. Seakan – akan ia mencari uang didalam tas tersebut. Al – Qur’an lusuh, sarung lusuh, kaos sobek, sajadah usang, HP jadul, buku harian lusuh, dan fashdisk kapasitas empat giga dikeluarkan semuanya.

Wanita pemilik warung itu melihat semua isi tas tersbut. Wanita penjual nasi itu trenyuh melihat Romi. Ternyata isi tas Romi hanya berisi barang – barang yang bernilai ritual agama saja.
“Berapa buk nasinya ?” Tanya Romi.

“Tujuh ribu saja nak.” Jawab pemilik warung itu.   

“Maaf buk ! Semua uangku hilang dibis jurusan Jakarta tadi. Bagaimana kalau aku bayar dengan barang yang aku miliki ini ? Ibu bisa memilih barang yang mana yang ibu kehendaki ?”

“Hanya tujuh ribu saja kok nak. Masak tujuh ribu saja tidak ada lagi ?”
“Betul buk, aku tidak punya uang lagi. Atau bagaimana kalau aku tinggal disini semua barangku ini. Kecuali HP jadulku ini. Dan insyaalloh besuk aku akan kembali mengambil barang – barangku ini. Tapi sekrang aku pinjam uang sejumlah 25 ribu dulu sama ibu untuk pulang kekampungku di Tambak Boyo.”
“Bagaimana ya nak ? Aku tidak butuh barang – barangmu itu. Aku hanya butuh uang nak.”
“Sekedar untuk diketahui saja buk. Barang kecil ini namanya flasdisk. Flashdisk yang kecil ini harganya dulu 75 ribu buk. Kalau sekarang aku tidak akan menjual karena didalamnya tersimpan berbagai ilmu buk. Maka kalau ibuk percaya semua barangku aku tinggal disini. Aku hanya pinjam uang 25 ribu untuk pulang ke Tambak Boyo. Insyaalloh besuk aku akan kembali. Dan insyaalloh nasi krengsengan yang harganya 7 ribu akan aku bayar tiga kali lipat buk.”
“Apakah tidak ada uang lima ribu saja nak. Sisanya bisa dilunasi besuk.”
“Tidak ada buk. Apa perlu bukti ? Biar aku keluarkan semua isi sakuku ini. Kalau masih ada uang tersisa ambil sajalah semuanya.”
“Bagini sajalah nak. Carikan saja pinjaman ditempat lain ! Kalau dapat nanti kembali kesini ! Tapi barang – barangmu biar disini saja.”
Romi benar – benar bingung menghadapi wanita penjual nasi itu. Ia benar – benar kehabisan akal. Berbagai rayuan telah diutarakan tetapi tampaknya penjual nasi itu tidak percaya. Maka ia mengambil langkah seribu.
“Kalau begitu baiklah buk. Aku tinggal semua barang – barangku ini disini. Tapi tolong jaga baik – baik jangan sampai hilang. Teruma flashdisk. Kalau sampai flashdisk yang hilang maka ibuk akan aku tuntut. Karena didalamnya ada beberapa hal yang sangat penting dan belum  sempat aku simpan di laptop. Sudah selamat tinggal buk.”
Romi pergi kepinggir jalan. Ia nekat untuk mencari tumpangan mobil – mobil / truk yang sedang lewat. Hujan  masih belum reda. Walaupan tidak selebat sebelumnya tapi tidak lama Romi dijalan ia sudah basah kuyup.
Romi memberhentikan setiap mobil yang lewat. Sudah puluhan mobil yang di berhentikannya. Tetapi sudah puluhan mobil belum juga ada yang mau behenti. Maka ia seperti kalap saja. Ia nekat berdiri ditengah – tengah jalan. Ia sudah tidak urus lagi, entah ditabrak mobil atau tidak. Yang penting ia berdiri ditengah jalan untuk mencari tumpangan agar bisa pulang ke Desa Belik Anget Kecamatan Tambak Boyo. 
Tidak lama kemudian ada mobil yang lewat. Mobil itu mengklakson terus. Tetapi Romi malah menghadang ditengah jalan. Ia merentangkan tangan. Seakan menantang untuk ditabrak. Setelah dekat mobil berhenti pula. Sopirnya marah dan mengeluarkan kata – kata kotor.
“Bangsat ! Minggir bodoh ! Menyidam mati ya ?” Hardik sopir terhadap Romi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar