Hati
Tiara berbunga – bunga ketika mendengarkan kalimat Romi yang menyanjungnya
dengan kalimat “gadis secantik Tiara”. Ia ingin mendengarkan
kalimat itu sekali lagi. Ia berfikir bahwa Romipun ternyata mengakui
kecantikannya. Ia berharap kalimat Romi ini cerminan hatinya. Bukan saja
mulutnya yang mengucapkan. Tetapi hatinya mengakui tentang kecantikan dirinya.
Ia berharap suatu ketika Romi membutuhkan dan mencari dirinya.
“Tidak.
Aku tidak merasa gengsiku jatuh. Aku sangat bangga. Karena ternyata tas ini
lebih berharga dari semua apa yang aku punya. Ternyata dalam tas ini tersimpan
Kitab Yang Agung. Yaitu Kitab Al – Qur’an. Justru aku bangga bisa membawakan
tasmu. Aku bangga karena ada kesempatan membelai tas yang indah itu. Wajah
tasnya jelek tetapi isinya sangat indah. Walaupun aku belum sanggup membelai yang mempunyai
tas itu. Aku berharap belaianku tehadap tas ini dirasakan pula oleh
empunya tas. Aku berharap suatu ketika aku sanggup membelai yang mempunyai tas
itu.” Rayu Tiara dalam kesempatan yang sangat sempit itu.
Romi
menunduk. Ia malu. Karena Tiara masih juga merayu dihadapan pak polisi.
“Maaf
Tiara ! Aku harus pulang sekarang juga. Assalamu’alaikum.” Pamit Romi kepada
Tiara.
“Sebentar
mas ! Aku minta nomor HP dan minta
alamatnya mas.” Pinta Tiara.
“Maaf
aku tidak punya HP. Kalau alamat minta saja kepada mas Hasan yang rumahnya
berhadapan dengan Tiara. Atau minta saja kepada pak polisi. Karena tadi
alamatku sudah dicatat lengkap oleh pak polisi.” Jawab Romi.
Selesai
mengucapkan kalimat itu Romi bergegas pergi menuju ke bis jurusan Jakarta.
Seperti tidak mempedulikan Tiara lagi. Ia tidak mengulurkan tangan untuk jabat
tangan dengan Tiara. Ia hanya melambaikan tangan tiga kali. Setelah itu ia
mengejar bis jurusan Jakarta yang sudah mulai berjalan menuju kearah timur
sambil menutupi wajahnya yang bengkak dan lecet - lecet.
Saat
itu Tiara hanya bisa memandangi langkah – langkah Romi. Segala langkah Romi
diikuti dengan pandangan matanya tanpa kedip. Ia juga melambaikan tangannya
tiada henti sampai bis berjalan dan tiada tampak lagi. Ketika bis tidak tampak
lagi Tiara merasa hampa. Seakan ada sesuatu yang hilang dalam dirinya. Seakan
hatinya ikut terbawa Romi.
Beberapa
saat Tiara masih berdiri memandang
kearah hilangnya bis. Ia masih mengharapkan bisa melihat bis yang ditumpangi
Romi. Tapi harapannya hama. Ia baru sadar dari lamunan indah itu ketika ditegur
oleh pak polisi yang sedang keluar untuk melihat suasana.
“Masih
disini ? Menunggu siapa ?” Tegur pak polisi.
Teguran
pak polisi itu membuat Tiara terkejut. Ia menoleh kearah pak polisi.
“Hemmm
… Tidak… tidak pak polisi.” Jawab Tiara gugup.
“Dimana
suamimu ?”
“Dia
pulang duluan.”
“Ooo…. Kenapa tidak pulang bersama saja ?”
“Hemmm
… Belum waktunya.”
“Belum
waktunya ? Apa maksudnya ?”
Tiara
tidak menjawabnya. Ia hanya bergegas meninggalkan tempat itu. Ia menuju tempat
penitipan motor. Kemudian ia pulang dengan hati yang hampa. Sepanjang perjalanan
ia hanya melamun tentang Romi. Beberapa kali ia hampir menabrak kendaraan yang
ada didepannya. Dan sering pula berserempetan dengan kendaraan yang ada dikiri
dan kanannya. Untung saja tidak jatuh.
__________________
Insyaalloh bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar