Total Tayangan Halaman

Kamis, 08 Maret 2012

CERBER.1. 29. KASIH TAK SAMPAI. 4. Preman yang Baik Hati


Lelaki itu mencoba membuka dompet tersebut. Satu persatu isi dompet tersebut ditaruh dipangkuannya dengan hati – hati agar tidak terjatuh. Diantara isinya adalah : selembar KTP, selembar kartu santri, selembar kartu OSIS, dan uang sejumlah Rp. 65.000,- saja.

Lelaki itu mengamati tiga kartu tersebut. Selembar KTP, selembar kartu pelajar / OSIS, dan selembar kartu santri. 

KTP itu menyebutkan dengan jelas dan lengkap alamat empunya. Kartu OSIS menyebutkan bahwa empunya kartu adalah seorang pelajar di sebuah sekolah tingkat atas (SMA) kelas tiga. Sedangkan kartu santrinya menyebutkan bahwa empunya kartu adalah salah satu santri pondok pesantren di Sarang Rembang.

“Kalau saja aku dekat sini, aku akan antarkan di pesantrennya. Karena pesantrennya bisa dibilang pinggir jalan raya. Aku akan menginap dipesantrennya. Sayang aku jauh mbak. Kalau tidak keberatan mbak sajalah yang membawa dompet ini. Kapan – kapan bisa diantarkan ke pesantrennya.” Pinta lelaki tersebut.
“Peduli amat. Biarkan sajalah !” Jawab wanita itu.

“Kasihan mbak. Dia santri, bukan orang biasa mbak. Santri itu orang yang mempunyai kedudukan lebih. Santri itu orang yang dekat dengan sang pencipta. Doanya biasanya dikabul oleh Allah. Siapa tahu setelah kita menolongnya Allah juga menolong kita. Apalagi orang yang mempunyai dompet ini sekarang kelas tiga. Dia tentu akan sangat bersyukur kalau kita tolong. Artinya dompetnya kita antarkan, maka ia akan mendoakan kita juga. Barang kali mbak kelas tiga, bisa juga berkat menolong dia ujian mbak dipermudah oleh Alloh.”

Wanita itu terdiam sejenak. Ia merenungi untaian kalimat lelaki tersebut. Ia juga merasa heran mengapa lelaki itu sampai sejauh memikirkan orang lain. Padahal biasanya lelaki itu lebih cuwek dibanding perempuan. Ia ingat dirinya juga kelas tiga. Tiba – tiba naluru kwanitaannya timbul. Begitu timbul naluri keibuannya ia berguman “setiap orang lahir dari rahim ibunya, aku tidak pantas sebagai wanita membiarkan nasibnya, membiarkan dompet milinyahilang sia – sia.”
 
Tiba – tiba air mata kewanitaannya merembes di pipinya yang halus. Wanita itu mengambil kertas tisu dari sakunya. Ia mengusap air matanya dengan tisu itu beberapa kali.

“Kalau begitu biarlah aku yang membawa dompet itu. Aku kelas tiga juga mas. Sebentar lagi dia ujian dan aku juga ujian. Siapa tahu dia juga berkenan mendoakanku sehingga aku dapat kemudahan dalam mengerjakan soal. Dan aku merasa tersentuh dengan kata – katamu mas. Aku kasihan dia. KTP, kartu pelajar dan kartu santri itu benda – benda yang sangat berharga mas bagi seorang pelajar dan santri. Kapan – kapan ada sempat aku akan minta tolong kepada seseorang untuk mengantarkan kartu – kartu kealamat rumah atau kepesantrennya.”

“Terima kasih mbak. Semoga saja berlimpah keberkahan bagi mbak.”

“Amin. Ya mas. Harapanku begitu mas. Apakah mas juga santri ?”

“Ya, aku juga santri.”

“Di pondok mana mas nyantrinya ?”

“Jauh dari sini mbak. Aku nyantri menghafalkan Al – Qur’an di Pekalongan mbak.”

“Jauh juga ya ?”

“Ya, jauh.” Jawab seorang lelaki tersebut.

 “Persiapan Sobontoro. Silahkan menepi !” Teriak kernek bis.

“Ya pak kernek.” Teriak wanita itu.

“Mas santri aku turun disini ya ?” Teriak wanita cantik kepada lelaki yang tadi duduk disebelahnya.

Bis menepi dan berhenti di kampung Sobontoro. Seorang wanita cantik turun dari bis. Di tepi jalan sudah ada seorang lelaki yang sudah menunggunya. Lelaki tersebut lebih muda dibanding wanita tersebut. Lelaki tersebut memakai jas hujan dan duduk di motor TIGERnya.

“Kenapa lambat kali bibi Lia ? Biasanya sebelum maghrib sudah samoai ?” Tanya kemenakan laki - lakinya yang menjemput.
____________________

Tidak ada komentar:

Posting Komentar