Total Tayangan Halaman

Sabtu, 10 Maret 2012

Cerber 40. Kasih Tak Sampai. 5. SALING MENOLAK MENERIMA UANG


Hajjah Aminah mengamati pemuda yang bengkak wajahnya beberapa saat. Lantas ia berkata.

“Apa kamu yang tadi makan malam disini itu ?” Tanya Hajjah Aminah.

“Betul. Akulah yang tadi malam makan disini dengan mengutang. Maka pagi ini aku bayar hutangku. Ini uangnya.”  Jawab Romi.

Romi memberikan uang sejumlah 25 ribu kepada Hajjah Aminah. Selembar uang receh dua puluhan, dan selembar uang lima ribuan.

“Lho memangnya berapa hutangmu tadi malam ?” Tanya Hajjah Aminah.

“Tadi malam hutangku 7 ribu. Sekarang biarlah aku bayar 25 ribu. Tujuh ribu untuk membayar makan dan sisanya untuk jasanya.”

“Jasa apa ?”

“Jasa ibu menjaga tasku semalam. Sehingga tasku aman.”

“Ah, ada – ada saja. Tapi kan tas itu untuk jaminan kan ? Tidak usahlah. Aku tidak mau menerima uang selebihnya dari 7 ribu.”

“Biarlah ! Sisanya aku sedekahkan saja kalau begtu.”

“Ah, aku tidak mau. Pokoknya aku tidak mau menerima. Titik…” Tolak Hajjah Aminah.

Hajjah Aminah lantas masuk kedalam (dapur) lagi. Bermaksud menjumpai putrinya. Tapi Siska, putrinya tidak didalam. Siska hanya berdiri disebelah pintu. Siska mengintip dan mendengarkan semua dialog antara mamanya dan kedua orang tamunya itu.

“Hemmm …. Kamu disini Sis, ada apa ?” Tegur Hajjah Aminah terhadap putrinya.

“Ya mama. Aku mendengarkan obrolan mama dengan mereka.”   Jawab Siska.

“Untuk apa ? Tidak pantas gadis sebesar kamu mengintip – intip obrolan mama dengan pemuda.”

“Kenapa tidak pantas mama. Siska kan sudah kelas tiga SMA. Sebentar lagi tamat sekolah SMA. Masak mendengarkan obrolan semacam itu saja tidak boleh. Siska kan juga ingin bisa bergaul mama.” Jawab Siska yang pelajar SMA 1 Tuban itu.

“Sudah – sudah sana duduk didepan sana !” Hajjjah Aminah menumpahkan sedikit rasa jengkelnya.

“He he he … mama. Pagi – pagi sudah marah – marah. Menurut Siska uang sedekah pemuda itu lebih baik diterima saja mama. Itu jelas halal mama. Dan bisa untuk uang jajan Siska besuk pagi.” Pinta Siska.

“Hus … !!! Apa kamu bilang ? Kalau diterima uang sedikit itu bisa menjadikan bencana bagi warung kita Sis.”

“Bencana apa mama ? Masak sih uang segitu bisa menjadikan bencana bagi warung kita. Apa kita dianggap korupsi ?”

“Huh …!!! Kamu tidak paham juga Sis. Kalau uang dari pemuda itu kita terima, maka pemuda itu bisa menyebarkan fitnah. Warung kita diisukan rentenir. Uang tujuh ribu selang semalam saja bisa menjadi 25 ribu. Maka langganan kita akan lari dari sini Siska.”

“Aku pikir tidaklah mama. Mereka pemuda  tampan mama. Hatinya tentu juga tampan. Apalagi mereka itu tampaknya juga ustadz. Mana mungkin ada ustadz mau menyebarkan fitnah. Mereka tentu tahu mama bahwa fitnah itu lebih kejam dari pada pembunuhan mama. Begitu kata guru agama disekolahku.”

“Hemmm … Kamu sudah tahu pemuda tampan Sis ? Kamu malah ceramah. Sudah … sudah. Sekarang bukan waktunya ceramah. Sekarang ambilkan saja tiga bungkus roti itu untuk mama ! Dan ambilkan juga tas kresek hitam itu digantungan itu !”
__________________
Insyaalloh bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar