Tiara
tiba – tiba mendekat kearah Romi. Setelah berada dihadapan Romi, ia memandang
sepintas kearah wajah Romi. Kemudian mengulurkan tangnnya untuk memperkenalkan
dirinya kepada Romi tanpa rasa canggung sedikitpun.
“Kenalkan
Tiara !” Tiara mengenalkan diri kepada Romi.
Romi
memandang wajah Tiara sekilas saja. Ia sangat canggung untuk menyambut uluran
tangan Tiara. Ia takut dosa. Karena ia memegang syari’at Islam dengan kuat. Berjabat
tangan dengan orang lain jenis bukan mahrom itu berdosa. Tetapi mempermalukan
orang dihadapan orang lain juga dosa. Maka dengan niat menjaga agar Tiara tidak
malu, iapun menyambut uluran tangan Tiara. Tapi tampak tangan Romi bergetar.
Begitu
Romi mengulurkan tangannya Tiara langsung meraihnya dengan cepat. Ia menjabat
tangan Romi dengan kuat. Ia menjabatnya bagaikan kawan akrab saja. Bahkan lebih
pantas dikatakan Tiara menjabat tangan Romi bagaikan pacarnya saja. Ia menjabat
tangan Romi erat – erat sambil meremas.
Romi
terkejut dalam jabat tangan itu. Kenapa Tiara tidak ada rasa segan sedikitpun
terhadap dirinya. Padahal ia baru saja kenal. Ketika itu wajah Romi pucat pasi.
Dihatinya terjadi perasaan yang tidak karu – karuan. Rasa dosa, rasa takut sama
Hasan, dan rasa malu kepada Alloh. Semua perasaan itu menjadi satu.
Dalam
jabat tangan itu Romi tidak menyebutkan namanya. Ia tidak memperkenalkan diri.
Ia hanya mengexpresikan rasa takut
diwajahnya. Keluar keringat dingin. Ia malu dan malu. Karena ia tidak
pernah mengalami hal semacam itu.
Menyaksikan
adegan jabat tangan itu Hasan cemburu. Hatinya gemuruh. Mulutnya ingin
berteriak melerai. Tapi ia malu. Karena Romi adalah kawan akrabnya di
pesantren. Ia tahu bahwa Romi sebenarnya tidak menghendaki hal itu terjadi. Ia
baru sadar bahwa apa yang baru saja dikatakan Romi benar bahwa wanita yang tidak
memahami Islam maka ia akan berbuat sesuka hatinya.
Hasan
juga tidak bisa berbuat apa – apa terhadap Tiara. Walaupun ia selama ini sangat
mencintai Tiara, tetapi antara dirinya dan Tiara belum ada ikatan apa – apa.
“Ma’af
Hasan ! Aku berangkat sekarang saja. Waktu merambat terus. Takut ketinggalan
bis Indonesia jurusan Jakarta. Ma’af Tiara aku pulang sekarang juga!” Pinta
Romi kepada Hasan dan Tiara.
“Kenapa
buru – buru Mas Romi ? Pulang besok saja ! Nanti malam ada show akbar di
Surabaya ini. Mumpung disini kita bisa malming (malam mingguan) bertiga nanti
malam.” Cegah Tiara.
“Em
… Ma’af mbak ! Aku takut terlambat. Ketinggalan bis Indonesia jurusan Jakarta.”
“He
he he… Memangnya rumahnya Jakarta ?” Tanya Tiara.
“Rumahku
Kecamatan Tambak Boyo Kabupaten Tuban. Tapi biasanya aku naik PO Indonesia. Bis
itu tidak berhenti di terminal Tuban. Kalau bis – bis yang lain berhenti di terminal
Tuban. Dengan naik bis Indonesia jurusan Jakarta cepat samapi di rumah.”
“Mau
naik apa ke terminal Bungurasih ?”
“Itu,
dari timur ada taxi. Aku akan naik taxi saja biar cepat.”
“Kita
ngobrol sebentar lagi Mas Romi. Aku ingin kenal dengan mas Romi. Lain kali aku bisa
main – main kerumah Mas Romi. Nanti ke terminal aku antar saja. Lebih cepat dari pada taxi.” Tiara menawarkan
diri.
“Tidak
usah repot mengantar segala. Tidak usha kerumahku. Rumahku dikampung. Jalannya
jelek. Berlumpur kalau musim penghujan semacam ini. Dan berdebu kalau musim
kemarau. Aku takut sama abah dan ummiku. Terima kasih atas tawarannya. Tapi
biarlah aku naik taxi saja. Sopir taxi juga butuh pemasukan. Aku tidak ingin
merepotkan Mbak Tiara.” Jawab Romi sambil mengulurkan tangannya kearah tangan
Hasan.
Setelah
itu Romi memberhentikan taxi yang melaju dari arah timur. Sesaat kemudian taxi
berhenti. Setelah pintu taxi terbuka Romi segera masuk ke taxi dan mengucapkan
salam.
Pintu
taxi di tutup oleh Romi pelan – pelan sambil melambaikan tangan tanda
perpisahan. Kemudian taxi mulai berjalan menuju kebarat.
“Sebentar
…! Tunggu dulu…!” Teriak Tiara.
______________
Insyaalloh bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar