CERBER. 1.2. KASIH TAK SAMPAI
1. Ilmu
Laduni
Anehnya
Romi tidak pernah bilang sama kawan sekamarnya kalau dirinya sering belajar di tepi
pantai dimalam hari. Kawan – kawannya menganggap Romi setiap malam hanya pindah
tidur. Karena ketika berangkat kepantai ia tidak pernah pamit pergi kepantai.
Ia hanya pamit tidur diluar. Romi keluar kamar asrama pesantren hanya tampak
membawa tikar dan bantal. Ia membungkus kitabnya didalam tikar. Sering juga menyembunyikan
kitabnya didalam jaket tebalnya. Bahkan kawan – kawannya menganggap Romi punya Ilmu
Laduni. Tanpa belajar sudah bisa menguasai berbagai ilmu, karena
turunan seorang kyai. Kepandaiannya diperoleh karena do’a abahnya. Begitulah
keyakinan kawan – kawannya.
Ketika
lomba menghafalkan Kitab Alfiyah Ibnu Malik yang jumlahnya seribu bait (1000
baris), ia juara pertama. Ketika lomba menghafalkan pelajaran Alfiyah itu ia bagaikan
melantunkan nyanyian saja. Suaranya merdu dan tanpa putus – putus, tanpa salah
satu kata atau satu hurufpun. Kawan – kawan dan ustadznya semua heran. Karena
sitem belajar Romi memang tergolong aneh dan unik. Mereka menganggap bahwa Romi
tidak pernah belajar. Mereka beranggapan
Romi mempunyai Ilmu Laduni.
Ada
beberapa santri dan ustadz yang ingin tahu lebih dalam tentang Romi. Namun
tidak gampang untuk bisa mengorek tentang dirinya. Romi hanya tidak ingin
gagal. Karena ia sadar bahwa pesantren abahnya menunggu dirinya. Ia sadar,
bahwa ia makan keringat abah dan uminya. Ia sadar bahwa dirinya menyengsarakan
abah dan uminya. Setiap bulan abah dan uminya mencarikan uang untuk biaya di
pesantren dan biaya membelikan kitab – kitabnya. Maka ia tidak ingin mengecewakan abah dan
uminya.
Suatu
malam sebelum sempat pergi kepantai, ada salah seorang ustadznya bertamu
dikamarnya. Ustadznya penasaran terhadap Romi. Tampaknya Romi tidak pernah
belajar tapi kenapa pandai.
“Assalamu’alaikum
Santri brillian !” Salam Ustadz Zain.
“Wa’alaikum
salam yang mulia.” Jawab Romi dengan suara halus dan tawadlu’.
“Alhamdulillah.
Malam ini kita bisa bertemu. Maaf Romi ! Bisakah ngobrol – ngobrol barang
sebentar ?”
“Astaghfirullohal
‘Adhim, Alhamdulillah. Jangan bilang begitu tuan ustadz ! Aku malu, aku
bersyukur sekali kalau ustadz mau mengajak ngobrol denganku. Demi ustadz yang
aku tho’ati, maka dengan senang hati kalau Tuan Ustadz sudi ngobrol denganku.
Mudah – mudahan aku bisa mereguk ilmu yang lebih banyak lagi dari ustadz dalam
obrolan ini nanti.”
“He
he he. Tidak usah panggil Tuan Ustadz segala. Panggil saja Zain. Aku tidak
ingin ngobrol masalah ilmu. Tapi aku ingin tahu tentang cara belajarmu, Si
Pintar.”
“Tuan
Ustadz, aku jadi malu. Mangapa ustadz panggil Si Pintar ? Bukankah sanjungan
itu racun ustadz ? Racun yang mematikan. Dan aku tidak pantas mendapat titel
itu. Titel itu hanya pantas disandang oleh Tuan Ustadz.”
“He
he he. Tidak juga pantas untukku. Karena ketika aku dipesantren tidak pernah
mengukir keistimewaan sepertimu Romi. Aku tidak pernah menorehkan kemenangan
nomor tigapun ketika lomba hafalan. Aku tidak pernah juara dalam hafalan kitab
Alfiyah santriku.”
“Tetapi
ustadz….”
“Tidak
usah tetapi. Tidak perlu berdebat hal yang tidak berguna! Aku hanya ingin
bertanya sesuatu hal kepadamu. Tolong jawablah sejujurnya !”
“Ya
ustadz. Tentang apa ustadz ?”
“Apakah
kamu mempunyai Ilmu Laduni ?”
“Apa
Tuan Ustadz ? Ilmu Laduni ?” Tanya balik Romi dengan nada sangat
heran.
“Betul.
Ilmu Laduni.”
“Apa
itu Ilmu Laduni ustadz ?”
“Sebuah
Ilmu dimana santri tanpa belajarpun bisa atau pandai.”
“Tuan
Ustadz, aku santri yang banyak dosa ustadz. Dibanding santri yang lain aku
adalah santri yang lebih banyak dosanya. Aku sering tulul amal
(panjang angan - angan). Aku ingin segera bisa memahami berbagai ilmu yang ada
diajarkan di pesantren ini. Aku ingin bisa mengembangkan pesantren yang telah
dirintis abahku. Sehingga lebih banyak pemuda – pemuda sekitar yang bisa aku
tampung dan bimbing di pesantren kami nantinya Ustadz. Karena itu aku setiap
malam belajar. Hanya mungkin mereka tidak tahu kalau aku belajar. Aku kadang
masih juga berfikir tentang mar’ah jamilah (wanita cantik) yang
aku dambakan ustadz. Aku kadang juga berfikir masalah harta atau ekonomi.
Kadang aku masih juga gosob (pinjam tanpa ijin) sandal santri
yang lain usatzd. Itu jelas – jelas dosa ustadz. Mana mungkin orang sepertiku
bisa memperoleh Ilmu Laduni. Jelas itu hal yang mustahil ustadz.”
“Aku
tidak pernah mengetahui kamu belajar tekun setiap malam. Aku hanya tahu bahwa
kamu setiap setelah sesai sholat fardlu selalu wiridan (berdoa) lama dimasjid. Mungkin dari itulah kamu
mendapatkan Ilmu Laduni itu.”
___________________hal.4
Insyaalloh bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar