Total Tayangan Halaman

Selasa, 28 Februari 2012

CERBER. 1.2.KASIH TAK SAMPAI


CERBER. 1.2. KASIH TAK SAMPAI

1. Ilmu Laduni
Anehnya Romi tidak pernah bilang sama kawan sekamarnya kalau dirinya sering belajar di tepi pantai dimalam hari. Kawan – kawannya menganggap Romi setiap malam hanya pindah tidur. Karena ketika berangkat kepantai ia tidak pernah pamit pergi kepantai. Ia hanya pamit tidur diluar. Romi keluar kamar asrama pesantren hanya tampak membawa tikar dan bantal. Ia membungkus kitabnya didalam tikar. Sering juga menyembunyikan kitabnya didalam jaket tebalnya. Bahkan kawan – kawannya menganggap Romi punya Ilmu Laduni. Tanpa belajar sudah bisa menguasai berbagai ilmu, karena turunan seorang kyai. Kepandaiannya diperoleh karena do’a abahnya. Begitulah keyakinan kawan – kawannya.

Ketika lomba menghafalkan Kitab Alfiyah Ibnu Malik yang jumlahnya seribu bait (1000 baris), ia juara pertama. Ketika lomba menghafalkan pelajaran Alfiyah itu ia bagaikan melantunkan nyanyian saja. Suaranya merdu dan tanpa putus – putus, tanpa salah satu kata atau satu hurufpun. Kawan – kawan dan ustadznya semua heran. Karena sitem belajar Romi memang tergolong aneh dan unik. Mereka menganggap bahwa Romi tidak pernah belajar.  Mereka beranggapan Romi mempunyai Ilmu Laduni.

Ada beberapa santri dan ustadz yang ingin tahu lebih dalam tentang Romi. Namun tidak gampang untuk bisa mengorek tentang dirinya. Romi hanya tidak ingin gagal. Karena ia sadar bahwa pesantren abahnya menunggu dirinya. Ia sadar, bahwa ia makan keringat abah dan uminya. Ia sadar bahwa dirinya menyengsarakan abah dan uminya. Setiap bulan abah dan uminya mencarikan uang untuk biaya di pesantren dan biaya membelikan kitab – kitabnya.  Maka ia tidak ingin mengecewakan abah dan uminya.

Suatu malam sebelum sempat pergi kepantai, ada salah seorang ustadznya bertamu dikamarnya. Ustadznya penasaran terhadap Romi. Tampaknya Romi tidak pernah belajar tapi kenapa pandai.

“Assalamu’alaikum Santri brillian !” Salam Ustadz Zain.

“Wa’alaikum salam yang mulia.” Jawab Romi dengan suara halus dan tawadlu’.

“Alhamdulillah. Malam ini kita bisa bertemu. Maaf Romi ! Bisakah ngobrol – ngobrol barang sebentar ?”

“Astaghfirullohal ‘Adhim, Alhamdulillah. Jangan bilang begitu tuan ustadz ! Aku malu, aku bersyukur sekali kalau ustadz mau mengajak ngobrol denganku. Demi ustadz yang aku tho’ati, maka dengan senang hati kalau Tuan Ustadz sudi ngobrol denganku. Mudah – mudahan aku bisa mereguk ilmu yang lebih banyak lagi dari ustadz dalam obrolan ini nanti.”

“He he he. Tidak usah panggil Tuan Ustadz segala. Panggil saja Zain. Aku tidak ingin ngobrol masalah ilmu. Tapi aku ingin tahu tentang cara belajarmu, Si Pintar.”

“Tuan Ustadz, aku jadi malu. Mangapa ustadz panggil Si Pintar ? Bukankah sanjungan itu racun ustadz ? Racun yang mematikan. Dan aku tidak pantas mendapat titel itu. Titel itu hanya pantas disandang oleh Tuan Ustadz.”

“He he he. Tidak juga pantas untukku. Karena ketika aku dipesantren tidak pernah mengukir keistimewaan sepertimu Romi. Aku tidak pernah menorehkan kemenangan nomor tigapun ketika lomba hafalan. Aku tidak pernah juara dalam hafalan kitab Alfiyah santriku.”

“Tetapi ustadz….”

“Tidak usah tetapi. Tidak perlu berdebat hal yang tidak berguna! Aku hanya ingin bertanya sesuatu hal kepadamu. Tolong jawablah sejujurnya !”

“Ya ustadz. Tentang apa ustadz ?”

“Apakah kamu mempunyai Ilmu Laduni ?”

“Apa Tuan Ustadz ? Ilmu Laduni ?” Tanya balik Romi dengan nada sangat heran.

“Betul. Ilmu Laduni.”

“Apa itu Ilmu Laduni ustadz ?”

“Sebuah Ilmu dimana santri tanpa belajarpun bisa atau pandai.”

“Tuan Ustadz, aku santri yang banyak dosa ustadz. Dibanding santri yang lain aku adalah santri yang lebih banyak dosanya. Aku sering tulul amal (panjang angan - angan). Aku ingin segera bisa memahami berbagai ilmu yang ada diajarkan di pesantren ini. Aku ingin bisa mengembangkan pesantren yang telah dirintis abahku. Sehingga lebih banyak pemuda – pemuda sekitar yang bisa aku tampung dan bimbing di pesantren kami nantinya Ustadz. Karena itu aku setiap malam belajar. Hanya mungkin mereka tidak tahu kalau aku belajar. Aku kadang masih juga berfikir tentang mar’ah jamilah (wanita cantik) yang aku dambakan ustadz. Aku kadang juga berfikir masalah harta atau ekonomi. Kadang aku masih juga gosob (pinjam tanpa ijin) sandal santri yang lain usatzd. Itu jelas – jelas dosa ustadz. Mana mungkin orang sepertiku bisa memperoleh Ilmu Laduni. Jelas itu hal yang mustahil ustadz.”

“Aku tidak pernah mengetahui kamu belajar tekun setiap malam. Aku hanya tahu bahwa kamu setiap setelah sesai sholat fardlu selalu wiridan (berdoa) lama  dimasjid. Mungkin dari itulah kamu mendapatkan Ilmu Laduni itu.” 
___________________hal.4
Insyaalloh bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar