Total Tayangan Halaman

Selasa, 28 Februari 2012

CERBER. 1.3. KASIH TAK SAMPAI



CERBER. 1.3. KASIH TAK SAMPAI

1. Ilmu Laduni


“Aku tidak pernah mengetahui kamu belajar tekun setiap malam. Aku hanya tahu bahwa kamu setiap setelah sesai sholat fardlu selalu wiridan (berdoa) lama  dimasjid. Mungkin dari itulah kamu mendapatkan Ilmu Laduni itu.” 

“He he he. Bukan ustadz. Memang setelah selesai sholat aku biasa duduk berlama – lama di masjid. Ketika aku duduk lama itu, tidak sepanjang duduk itu aku berdo’a. Setelah berdo’a aku belajar sambil duduk ustadz. Tapi kadang aku melakukan dosa pula ustadz.”

“Apakah dalam duduk wiridanmu kamu juga bisa melakukan dosa? Apakah kamu bisa juga belajar tanpa kitab? Hebat…hebat … hebat. Santri yang hebat. Itulah Ilmu Laduni. Belajar tanpa kitabpun bisa.” Sanjung Ustadz Zain kekaguman.

Romli diam mendengarkan sanjungan itu. Ia malu terhadap sanjungan gurunya itu. Ia ingin menjelaskan kepada ustadz yang terkenal tampan dan sopan itu. Tetapi ketika ia menoleh kekiri dan kekanan banyak kawan santri yang lain ia mengurungkan niatnya. Ia mencarai cara untuk bisa menerangkan tanpa harus diketahui santri yang lain. Tetapi buntu. Ia tidak menemukan cara yang tepat.

Ia ingat sore tadi telah melipat tikar dan di tindih bantal. Seketika itu ia mendapatkan cara untuk bisa menerangkan cara belajarnya. Ia segera mengambil tikar dan bantal itu. Tikar dan bantal tersebut ditaruh dipangkuannya.

“Maaf ustadz ! Bukankah memikir wanita cantik itu termasuk “zina” ?. Bukankah itu zina pikiran ustadz ? 

Bukankah itu dosa ustadz ? Kalau ustadz tidak keberatan mari kita keluar sebentar ! Biar aku terangkan cara belajarku setiap malam dan setiap hari.”

“Betul itu zina. Betul itu dosa. Tetapi itu menurut pandangan para ahli sufi Romi. Bukan pandangan ahli syar’i. Masalah menerangkan cara belajar kenapa harus keluar ? Tidakkah bisa diterangkan disini saja ?”

“Bisa juga diterngkan disini, tetapi kurang pas ustadz. Aku malu sama kawan santri yang lain dikamar ini ustadz..”

“Ooo… Kalau begitu ayolah !”

Romi berdiri sambil mengepit tikar dan bantal diketiaknya. Sebelum keluar ia menebarkan salam melempar senyum manisnya kearah kawan – kawan santri sekamarnya. Tidak lupa ia minta maaf, karena meninggalkan mereka untuk keperluan menerangkan cara belajarnya. Yang sebenarnya kawan – kawannya ingin tahu juga tentang cara belajar dirinya. Tapi ia tidak ingin rahasia ini diketahui oleh kawan – kawan sekamar bahkan kawan se pesantrennya. Takut hari – hari berikutnya dibuntuti kawan sekamarnya. Takut ia tidak bisa belajar dengan tenang lagi. Kemudian ia melangkah keluar. Ia berjalan menuju kearah jalan raya.

Ustadz Zain heran, melihat tingkah santrinya yang satu ini. Kenapa harus keluar kamar kalau hanya sekedar mau menerangkan tentang cara belajarnya. Kenapa mesti memabawa tikar dan bantal. Namun ia hanya bisa mengikuti langkah – langkah santri yang di kaguminya itu dengan penuh tanda tanya.
Sampai di tempat yang agak sepi Romi menghentikan langkahnya. Ia menaruh tikar ditempat yang bersih dan kering. Lantas ia membuka tikarnya. Setelah tikar terbuka tampaklah beberapa kitab yang tadi dalam lipatan tikar tersebut.


“Mari Tuan Ustadz duduk disini saja! Biar aku terangkan disini.” Pinta Romi.
“Kita duduk disini ? Di tempat yang sepi ini ?”___
_______________________6.
Insyaalloh bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar