“Bolehkan
aku bertanya sedikit tentangnya? Tapi maaf sebelumnya kalau pertanyaanku tidak
berkenan di hatimu ! Karena ini
menyangkut masalah idealisme masing – masing individu.”
“Tanya
masalah apa ? Masalah dia ? Tentu boleh saja. Kenapa tidak boleh.”
“Dimana
dia sekolah sebelum kuliah di fakultas hukum ? Dia mengaji dimana dan sampai
tingkatan apa pengetahuan agama atau ngajinya ? Siapakah ayah dan ibunya ?”
“Hem…
Aneh juga pertanyaanmu. Tapi okelah akan aku jawab. Sebelum kuliah ia bersekolah
di SMA I Surabaya. Sekolah terfavorit bagi masyarakat Surabaya ini. Ia termasuk
murid yang cerdas. Dulu ngaji TPQnya dimasjid sebelah sungai yang diasuh oleh
sepupunya. Tapi ia tidak tamat. Kalau pengetahuan agamanya aku tidak bisa mengukur.
Tampaknya ia rajin jamaah dengan keluarganya di musholla rumahnya. Ayahnya
adalah seorang pengacara. Dan ibunya seorang bidan.”
“Maaf
Hasan ! Jujur saja. Kalau benar semacam apa yang kamu sebutkan tentang
pendidikan umum dan agamanya, aku bisa menebak. Gadis secantik dia tidak
mungkin ia tidak punya pacar. Aku yakin sejak sekolah SMA ia mesti sudah mempunyai
pacar. Bahkan mungkin tidak hanya satu.”
“Lha
yalah. Tentu ia punya pacar. Bahkan ketika masih sekolah SMA dulu, ia menjadi
rebutan teman – teman sekolahnya. Pemuda di kampung sinipun banyak yang ingin
mendapatkan kasih sayangnya. Tetapi entah kenapa, sampai sekarang tampaknya ia belum
menentukan pilihan. Aku tahu pemuda yang datang kerumahnya berganti - ganti saja.
Itu menunjukkan bahwa pemuda yang menyukainya sangat banyak. Itu bukti bahwa
pacarnya tidak hanya satu. Mungkin ia masih menunggu kedatangan sesorang.
Seseorang tadi mungkin santri dari daerah Tuban.”
“Siapa
pemuda tersebut ?” Tanya Romi heran.
“Dia
adalah… Romi….He he he …”
“Hem
jangan ngaco kamu ya ! Ingat Hasan ! Gadis seperti Tiara yang keadaannya
seperti yang kamu sebutkan mungkin akhlaqnya tidak semulus wajahnya. Mungkin akhlakhnya
sudah tercemar. Maka aku tidak tertarik sedikitpun. Abahku akan murka kepadaku
kalau aku mengharapkannya. Lagi pula Tiara tidak akan sudi melihat diriku yang
hanya santri kampungan ini.”
“Apa
maksudmu ?” Tanya Hasan sedikit marah dan terkejut.
“Dari
reaksimu terhadap pernyataanku itu, aku tahu bahwa kamulah yang sebenarnya sangat
ingin bisa meraih Tiara. Tidak usahlah kamu melemparkan kepadaku. Asal tahu
saja, kalau seandainya pipi Tiara berupa agar - agar atau pisang goreng, maka
pipinya itu sudah lumat dan berkeping – keping. He he he …”
“Apa
maksudmu ?”
“Tadi
kamu bercerita bahwa sejak SMA Tiara sudah menjadi rebutan kawan – kawannya.
Sekarangpun banyak pemuda yang datang kerumahnya. Mereka ingin mendapatkan
kasih sayang Tiara. Kita tahu bahwa pemuda yang berani datang kerumahnya tentu
pemuda yang sudah akrab benar dengannya. Pemuda yang berani datang kerumahnya
kemungkinan pemuda yang sudah ada hubungan kepentingan diluar kepentingan yang
wajar. Pemuda yang sudah akrab itu maaf ya,
kemungkinan besar hidung dan pipi mereka telah pernah berperang dengan hidung
dan pipi Tiara. Pernah saling serang – menyerang, saling tembak - menembak, dan
saling membombardir antara hidung dan pipi mereka. Padahal mereka bukan
suaminya, bukan juga ayahnya, atau mereka bukan mahromya kan? Itu tentu dosa
Hasan. He he he … Maaf ya ! Aku hanya canda tapi beneran lho. Jangan
tersinggung !” Jawab Romi sambil tersenyum.
___________________Insyaalloh bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar