“Seharusnya akulah yang minta maaf. Karena gara – gara akulah kamu
tidak bisa membantu mamamu. Sehingga mamamu berkata kurang terkendali.” Jawab Lia.
Mereka bertiga makan sambil ngobrol. Seakan apa yang baru saja
diperdebatkan tentang Romi dan Rofiq sirna. Tidak terasa oleh mereka tiba –
tiba nasi krengsengan dan ada dalam piring mereka habis. Ketika itu terdengarlah
adzan untuk panggilan sholat dhuhur dari berbagai menara masjid.
“Al – Hamdulillah sudah terdengar suara adzan untuk penggilan
sholat dhuhur. Bagaimana bibi, ikut sholat dhuhur di musholla atau sholat
dirumah nanti.” Tanya Syukur kepada bibinya.
“Sholat dirumah saja nanti. Satu jam perjalanan saja kita sudah
sampai rumah kan?” Jawab Lia.
“Aku tidak biasa menunda sholat wajib bibi. Kalau begitu aku mau
sholat jamaah di musholla sini saja.”
“Aku tidak membawa peralatan sholat.”
“Biasa bibi ini. Kalau bepergian bekalnya separoh – separoh.”
“Separoh – separoh bagaimana ? Bibi membawa bekal lengkap kan ?
Bawa uang, tas, salinan dan sebagainya.”
“Apa yang bibi sebutkan itu bekal separoh namanya. Bekal untuk
keduniaan saja. Bekal untuk jasmani saja. Tapi bibi tidak membawa bekal untuk
rohani. Yaitu peralatan sholat, sajadah, dan mukena.”
“He he he …. Bekal yang kedua itu nanti saja kalau sudah jadi
isterinya Ustadz Romi.” Jawab Lia mantap.
“Sudah aku mau sholat dulu di musholla. Takut ketinggalan jamaah
sholat. Sayang tidak mendapatkan pahala dua puluh tujuh kali lipat.”
Lia dan Siska masih tetap diwarung ketika Syukur menuanikan Sholat
dhuhur. Mereka sama – sama ingin menggunakan kesempatan itu untuk mebicarakan
tentang Romi. Tetapi masing – masing mereka saling mencemburui. Masing – masing
mereka merasa punya kemampuan untuk saling mengalahkan untuk mendapatkan
simpati Romi.
Siska merasa dirinya sanggup mendekati Romi. Karena tiga minggu
yang lewat Romi memberikan uang kepadanya. Itu bukti bahwa Romi ada rasa kepada
dirinya. Hanya sayang saat itu Siska tidak mau menerima pemberian uang dari
Romi itu. Ia berpikir bahwa melalui celah ini ia yakin ada alasan untuk datang kerumah Romi dan menyambung komunikasi.
Lia berkeyakinan bahwa Romi tentu menaruh hati kepadanya. Ia
berpikir bahwa mustahil Romi memberikan uang sejumlah empat ratus ribu kepada
dirinya kalau tidak ada rasa simpati kepada dirinya. Ia merasa sangat gampang
untuk bisa menyambung komunikasi yang lebih akrab dengan Romi. Berbagai celah
sudah terbuka lebar. Diantaranya : Pertama, Syukur, kemenakannya adalah murid
Romi. Dari celah ini ia bisa berkomunikasi tanpa hambatan. Kedua : Ia bisa melalui
celah ucapan terima kasih karena telah diberi hadiah uang. Ketiga : Romi pernah
menumpahkan air liur didadanya. Tentu melalui celah ini ia bisa menjalin
komunikasi yang lebih romantis dan sekaligus membuka memori yang indah.
Kalau Lia dan Siska memperebutkan Romi itu bukan tanpa alasan. Romi
adalah pemuda yang sangat lugu, dan polos. Penampilannya sederhana, tenang, dan
teguh pendirian. Ia rajin, jujur dan agamis. Sifatnya ramah dan tidak sombong. Ia
adalah pemuda yang cukup cerdas dan pintar. Disini lain Romi berwajah lumayan
tampan. Tapi ketampanannya tidak dihiasi dengan pakaian yang glamour. Walaupun
tampan Romi tidak suka bermain wanita. Romi bukan termasuk play boy. Apa yang
dikatakan oleh mulutnya begitu juga isi hatinya. Kelebihan – kelebihan itu yang menjadi alasan
mereka berdua tertarik kepada Romi.
________________Insyalloh bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar